Filosofi di Balik Busana Ihram Pria: Mengapa Bahu Kanan Harus Terbuka?
Ibadah haji dan umrah mewajibkan setiap jemaah untuk memasuki kondisi ihram, sebuah rukun fundamental yang menandai dimulainya ritual suci tersebut. Memahami ketentuan ihram, khususnya bagi pria, menjadi esensial. Salah satu ciri khas pakaian ihram pria adalah terbukanya bahu kanan saat melaksanakan tawaf. Pertanyaan mendasar kemudian muncul: apa makna di balik praktik ini?
Ketentuan Pakaian Ihram bagi Pria
Secara tradisional, laki-laki yang berihram diwajibkan mengenakan dua lembar kain putih polos yang tidak dijahit atau dibentuk menjadi pakaian seperti kemeja atau celana. Satu kain dililitkan di tubuh bagian bawah menyerupai sarung, sementara yang lain diselempangkan di tubuh bagian atas. Ketentuan ini berakar pada hadis Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan tata cara berpakaian ihram bagi pria, menekankan kesederhanaan dan penyerahan diri.
Makna Simbolis Bahu Kanan yang Terbuka
Membuka bahu kanan, yang dikenal sebagai idhtiba', adalah praktik khusus yang dilakukan saat tawaf. Satu helai kain ihram diselempangkan dari bahu kiri ke bawah ketiak kanan, membiarkan bahu kanan terbuka. Tindakan ini bukan sekadar formalitas, melainkan mengandung makna yang dalam.
Praktik idhtiba' ini dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis dari Ya'la Ibnu Umayyah, di mana Nabi melakukan tawaf dengan idhtiba' menggunakan kain hijau. Namun, penting untuk dicatat bahwa idhtiba' hanya disunnahkan selama tawaf. Setelah selesai, jemaah harus kembali menutup kedua bahu mereka, melanjutkan ibadah dengan pakaian ihram yang menutup aurat secara sempurna.
Filosofi di Balik Keterbukaan Bahu Kanan
Meskipun tidak ada penjelasan tunggal dan definitif, terdapat beberapa interpretasi mengenai makna idhtiba'. Beberapa ulama berpendapat bahwa tindakan ini melambangkan kekuatan dan kesiapan. Dengan membiarkan bahu kanan terbuka, jemaah haji secara simbolis menunjukkan bahwa mereka siap untuk berjuang di jalan Allah, baik secara fisik maupun spiritual.
Interpretasi lain menekankan aspek kerendahan hati dan penyerahan diri. Dengan menanggalkan pakaian sehari-hari dan mengenakan dua lembar kain sederhana, jemaah haji menghilangkan semua tanda perbedaan status sosial atau kekayaan duniawi. Keterbukaan bahu kanan, dalam konteks ini, dapat dilihat sebagai simbol penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT, tanpa rasa takut atau keraguan.
Lebih lanjut, praktik idhtiba' dapat juga dipahami sebagai pengingat akan kesatuan umat Islam. Semua jemaah haji, tanpa memandang ras, bangsa, atau latar belakang sosial, mengenakan pakaian yang sama dan melakukan ritual yang sama. Keterbukaan bahu kanan menjadi penanda visual dari kesatuan ini, mengingatkan setiap individu bahwa mereka adalah bagian dari komunitas global yang lebih besar yang bersatu dalam iman dan pengabdian kepada Allah.
Pada akhirnya, makna di balik keterbukaan bahu kanan dalam pakaian ihram pria bersifat personal dan dapat bervariasi dari satu individu ke individu lainnya. Yang terpenting adalah niat yang tulus dan kesadaran akan makna spiritual di balik setiap tindakan yang dilakukan selama ibadah haji dan umrah.
Wallahu a'lam.