Monumen Biawak Raksasa di Wonosobo: Simbol Kreativitas dan Gotong Royong

Di jantung Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, berdiri sebuah karya seni monumental yang memukau: Tugu Biawak. Patung setinggi empat meter ini bukan sekadar hiasan, melainkan perwujudan dedikasi, kolaborasi, dan kreativitas seniman lokal dalam menciptakan ikon baru bagi daerah tersebut.

Proses pembangunan Tugu Biawak ini melibatkan seniman bernama Rejo Arianto bersama timnya yang beranggotakan enam orang. Mereka bahu-membahu menyelesaikan proyek ambisius ini dalam waktu yang relatif singkat, hanya 1,5 bulan. Arianto mengungkapkan bahwa kunci dari keberhasilan proyek ini adalah perencanaan yang matang dan pembagian tugas yang jelas.

Tahapan pembangunan Tugu Biawak meliputi beberapa fase penting:

  • Fondasi Cakar Ayam: Fondasi ini dirancang khusus untuk menopang beban patung yang besar dan memastikan kestabilannya di area terbuka. Arianto menekankan bahwa fondasi yang kuat adalah jaminan agar patung dapat bertahan lama, bahkan dalam kondisi cuaca ekstrem.
  • Kerangka Besi: Setelah fondasi selesai, tim kemudian membuat kerangka patung dari besi. Kerangka ini menjadi "tulang punggung" patung, yang dibentuk sesuai dengan anatomi biawak. Ketelitian dalam pembuatan kerangka ini sangat penting untuk memastikan proporsi patung yang realistis.
  • Pelapisan Semen dan Pasir: Kerangka besi kemudian dilapisi dengan campuran semen dan pasir. Pada tahap ini, seniman mulai membentuk detail tubuh biawak, seperti sisik, cakar, dan ekor. Proses ini membutuhkan ketelitian dan keahlian tinggi agar patung terlihat hidup dan alami.
  • Finishing: Sentuhan akhir dilakukan langsung oleh Arianto untuk memastikan kualitas patung. Proses ini meliputi penghalusan permukaan, penambahan detail-detail kecil, dan pengecatan.

Arianto mengaku bahwa proses pembuatan detail adalah yang paling menantang. Ia harus memastikan setiap sisik tampak alami dan teksturnya menyerupai biawak asli. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ia melakukan riset mendalam tentang anatomi biawak dan menggunakan berbagai teknik pahat dan ukir.

Dana yang dialokasikan untuk proyek ini sekitar Rp50 juta. Dengan anggaran yang terbatas, Arianto dan timnya berhasil menciptakan karya seni yang bernilai tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan kreativitas, kerja keras, dan efisiensi, sebuah proyek dapat menghasilkan hasil yang luar biasa.

Tugu Biawak bukan hanya sekadar patung, tetapi juga simbol dari semangat gotong royong dan kreativitas masyarakat Wonosobo. Karya seni ini diharapkan dapat menjadi daya tarik wisata baru dan mempromosikan potensi seni dan budaya daerah.