Penggerebekan Gudang Pupuk Ilegal di Banjarbaru: Polisi Amankan Sejumlah Barang Bukti dan 11 Pekerja
Aparat kepolisian dari Polda Kalimantan Selatan (Kalsel) berhasil mengungkap praktik ilegal pengoplosan pupuk di sebuah gudang yang terletak di Jalan Trikora, Banjarbaru. Penggerebekan ini mengungkap modus operandi yang merugikan petani dan melanggar hukum.
Dalam operasi tersebut, polisi menemukan indikasi kuat adanya pemindahan isi pupuk merek NPX Mahkota ke dalam karung-karung yang secara visual menyerupai kemasan aslinya. Lebih lanjut, kemasan asli NPX Mahkota justru diisi dengan pupuk pembenah tanah merek Phonska Max. Praktik ini jelas merupakan penipuan dan berpotensi merusak kualitas hasil pertanian.
"Modusnya adalah mengganti kemasan pupuk merek NPX Mahkota ke karung yang menyerupai kemasannya, dan menggunakan kemasannya untuk diisi pupuk pembenah tanah merek Phonska Max," ujar Kasubdit 1 Indaksi, AKBP Amin Rofi, dalam keterangan resminya.
Selain mengamankan lokasi, pihak kepolisian juga menyita sejumlah barang bukti yang signifikan, antara lain:
- 140 karung pupuk NPX Mahkota dengan kemasan tiruan.
- 140 karung pupuk pembenah tanah merek Phonska Max yang dikemas dalam karung NPX Mahkota.
- 20 karung pupuk NPX Mahkota asli sebagai pembanding.
- Dua unit genset untuk mendukung operasional ilegal.
- Empat mesin jahit listrik yang digunakan untuk menutup karung.
- Lima ember benang jahit karung.
- Dua ember kabel ties.
- Satu unit truk yang diduga digunakan untuk mengangkut pupuk oplosan.
Saat penggerebekan, polisi mengamankan sebelas orang yang sedang bekerja di gudang tersebut. Namun, status mereka masih dalam penyelidikan dan belum ditetapkan sebagai tersangka. Pihak kepolisian masih melakukan pendalaman untuk mengungkap peran masing-masing individu dan menentukan siapa yang bertanggung jawab atas praktik ilegal ini.
"Tersangka belum bisa diungkapkan, masih proses pendalaman," imbuh AKBP Amin Rofi.
Para pelaku yang terlibat dalam pengoplosan pupuk ini terancam jeratan hukum yang serius. Mereka berpotensi dijerat dengan Pasal 120 Ayat (1) Jo Pasal 53 ayat (1) huruf b UU RI No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, serta Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a, e dan f UU RI No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jika terbukti bersalah, pelaku dapat dihukum pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp 3 miliar.