Gencatan Senjata Paskah Terancam Batal: Rusia dan Ukraina Saling Tuding Atas Pelanggaran
Gencatan Senjata Paskah Terancam Batal: Rusia dan Ukraina Saling Tuding Atas Pelanggaran
Gencatan senjata yang diumumkan oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam rangka perayaan Paskah Ortodoks, berada di ujung tanduk setelah Rusia dan Ukraina saling menuduh melakukan pelanggaran. Pengumuman gencatan senjata selama satu hari ini seharusnya berlaku hingga tengah malam waktu Moskwa, namun tuduhan pelanggaran langsung bermunculan dari kedua belah pihak, mempertanyakan efektivitas inisiatif tersebut.
Kremlin melalui juru bicara Dmitry Peskov menegaskan bahwa tidak ada instruksi lebih lanjut dari Presiden Putin untuk memperpanjang masa gencatan senjata tersebut. Pernyataan ini muncul di tengah harapan internasional akan adanya perpanjangan yang dapat membuka jalan bagi perundingan damai yang lebih substantif.
Di pihak Ukraina, Menteri Luar Negeri Andrii Sybiha menyatakan bahwa tindakan Rusia dalam beberapa hari mendatang akan menjadi tolok ukur sejati komitmen mereka terhadap upaya perdamaian, termasuk usulan gencatan senjata 30 hari yang diinisiasi oleh Amerika Serikat. Presiden Volodymyr Zelensky juga menyampaikan kekecewaannya melalui platform X, menyatakan bahwa Rusia telah melancarkan 67 serangan sejak tengah malam hingga pukul 20.00 waktu setempat. Zelensky mempertanyakan apakah Putin memiliki kendali penuh atas pasukannya atau apakah Rusia memang tidak berniat mengakhiri konflik.
Zelensky menawarkan solusi dengan meminta Rusia menghentikan serangan drone dan rudal terhadap sasaran sipil selama 30 hari sebagai bukti keseriusan mereka dalam mencari perdamaian. Sementara itu, Kementerian Pertahanan Rusia menuduh Ukraina melakukan lebih dari seribu pelanggaran gencatan senjata, yang mengakibatkan kerusakan infrastruktur dan jatuhnya korban sipil. Mereka mengklaim bahwa pasukan Ukraina telah menembaki posisi Rusia sebanyak 444 kali dan meluncurkan lebih dari 900 serangan drone, termasuk di wilayah Crimea dan wilayah perbatasan Rusia seperti Bryansk, Kursk, dan Belgorod.
Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim bahwa serangan Ukraina telah menyebabkan kematian dan luka-luka di antara penduduk sipil, serta kerusakan pada fasilitas sipil. Di tengah situasi yang memanas ini, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, tetap optimis dan berharap kedua belah pihak dapat segera mencapai kesepakatan damai. Namun, pelanggaran gencatan senjata yang terjadi semakin mempersulit upaya perdamaian internasional untuk mencapai hasil yang nyata.
Zelensky kembali menegaskan kesiapan Ukraina untuk memperpanjang gencatan senjata selama 30 hari, namun memperingatkan bahwa jika Rusia terus menyerang, Ukraina akan mengambil tindakan balasan yang setimpal. Beberapa tentara Ukraina yang ditemui oleh Reuters mengungkapkan skeptisisme mereka terhadap gencatan senjata ini, menganggapnya hanya sebagai formalitas tanpa perubahan signifikan di garis depan. Seorang tentara bernama Serhii (22) berpendapat bahwa pengumuman gencatan senjata hanya bertujuan untuk menciptakan kesan positif, sementara situasi di lapangan tetap tidak berubah.
Putin, yang mengumumkan gencatan senjata sebelum menghadiri kebaktian Paskah Ortodoks, menyatakan bahwa ini akan menjadi ujian bagi kesiapan Ukraina untuk mencapai perdamaian. Namun, pelanggaran yang terjadi dari kedua belah pihak menunjukkan bahwa jalan menuju perdamaian masih panjang dan penuh tantangan. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang prospek resolusi damai dan masa depan hubungan antara Rusia dan Ukraina.
-
Daftar Pelanggaran yang Dituduhkan:
- Rusia menuduh Ukraina melakukan lebih dari 1.000 pelanggaran gencatan senjata.
- Ukraina mengklaim Rusia melancarkan 67 serangan.
- Kedua belah pihak saling menuduh menembaki posisi masing-masing dan menyerang wilayah sipil.
-
Pernyataan Kunci:
- Kremlin: Tidak ada perintah untuk memperpanjang gencatan senjata.
- Zelensky: Rusia harus menghentikan serangan terhadap sasaran sipil.
- Kementerian Pertahanan Rusia: Serangan Ukraina menyebabkan korban sipil dan kerusakan infrastruktur.
- Trump: Berharap kedua belah pihak mencapai kesepakatan damai.