Laporan AS Soroti Kompleksitas Regulasi Impor Indonesia: Tumpang Tindih dan Kurang Sosialisasi

Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) dalam laporan terbarunya menyoroti kompleksitas regulasi impor di Indonesia yang dinilai menghambat kelancaran bisnis perusahaan-perusahaan AS. Laporan berjudul "2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers" tersebut secara spesifik menyoroti isu tumpang tindihnya berbagai aturan perizinan impor dan kurangnya sosialisasi atas perubahan regulasi yang seringkali mendadak.

USTR menyoroti tumpang tindih antara Angka Pengenal Importir (API) dan Nomor Induk Berusaha (NIB). Kementerian Perdagangan (Kemendag) mewajibkan perusahaan impor memiliki API, baik API-U untuk distributor maupun API-P untuk produsen. API-P memungkinkan perusahaan mengimpor produk jadi untuk keperluan uji pasar, layanan purna jual, atau penyempurnaan produk, dengan persyaratan yang ketat. Namun, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 memperkenalkan NIB yang diperoleh melalui sistem Online Single Submission (OSS), yang juga berfungsi sebagai lisensi impor dan dapat menggantikan API-U atau API-P. USTR menilai bahwa tumpang tindih ini justru menambah kerumitan karena masalah teknis dan kurangnya integrasi sistem pada OSS. Perusahaan melaporkan bahwa OSS menyebabkan penundaan karena persyaratan di tingkat nasional dan lokal tidak sepenuhnya sinkron.

USTR juga menyoroti kurangnya sosialisasi atas perubahan regulasi yang cepat. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2024 yang membatasi impor komoditas tertentu dengan mengharuskan izin impor khusus. Awalnya mencakup lima komoditas pangan, namun kemudian diperluas menjadi 19 komoditas. Kurangnya sosialisasi menyebabkan kebingungan di kalangan pengusaha AS yang biasa mengirim produk pertanian ke Indonesia, karena mereka harus segera mengurus izin impor untuk mematuhi aturan baru. Contoh lain adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 yang mengubah perizinan impor dan menyebabkan penumpukan peti kemas di pelabuhan pada awal Mei 2024.

Berikut adalah poin-poin spesifik yang dikeluhkan USTR:

  • Tumpang tindih API dan NIB: Persyaratan ganda untuk izin impor menciptakan kebingungan dan penundaan.
  • Masalah teknis OSS: Kurangnya integrasi sistem dan masalah teknis pada platform OSS memperlambat proses perizinan.
  • Perubahan regulasi yang cepat: Perubahan peraturan impor yang sering terjadi tanpa sosialisasi yang memadai.
  • Pembatasan impor komoditas: Perluasan daftar komoditas yang memerlukan izin impor khusus.

USTR berharap pemerintah Indonesia dapat mengatasi hambatan-hambatan ini untuk meningkatkan kelancaran perdagangan antara kedua negara.