Tugu Biawak: Ikon Baru Wonosobo yang Sarat Makna Filosofis

Tugu Biawak: Ikon Baru Wonosobo yang Sarat Makna Filosofis

Tugu Biawak, sebuah monumen megah yang kini menghiasi pintu gerbang Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, bukan sekadar hiasan semata. Di balik wujudnya yang unik, tersembunyi filosofi mendalam yang diungkapkan oleh Rejo Arianto, sang seniman di balik karya monumental ini.

Rejo meyakini bahwa sebuah karya seni sejati haruslah memiliki "ruh" atau jiwa. Lebih dari sekadar estetika visual, karya tersebut harus mampu berbicara, menginspirasi, dan memberikan makna bagi masyarakat yang menyaksikannya. Pemikiran inilah yang menjadi landasan dalam penciptaan Tugu Biawak.

"Karya seni itu seperti manusia. Keindahannya bukan hanya terpancar dari paras, tetapi juga dari kecerdasan dan jiwa yang ada di dalamnya," ujar Rejo.

Pemilihan Biawak Sebagai Ikon

Biawak, hewan reptil yang seringkali dipandang sebelah mata, dipilih bukan tanpa alasan. Hewan ini merupakan fauna endemik yang telah lama menjadi bagian dari ekosistem Wonosobo, khususnya di Desa Krasak. Kehadirannya yang berdampingan dengan masyarakat menjadi inspirasi bagi Rejo untuk mengangkatnya sebagai simbol.

"Biawak adalah bagian dari Wonosobo. Mereka hidup berdampingan dengan kita," jelas Rejo.

Proses Kreatif dan Tantangan

Proses pembuatan Tugu Biawak melibatkan tim yang terdiri dari tujuh orang dan memakan waktu sekitar satu setengah bulan. Tantangan terbesar adalah bagaimana menghadirkan "ruh" dalam patung tersebut. Rejo ingin menciptakan karya yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga mampu menyampaikan pesan tentang pelestarian lingkungan dan kecintaan terhadap Wonosobo.

"Tantangannya adalah bagaimana membuat patung ini memiliki jiwa. Karya sebagus apapun, jika tidak memiliki jiwa, akan terasa hampa," ungkapnya.

Makna Filosofis Tugu Biawak

Tugu Biawak bukan hanya sekadar simbol fauna endemik. Lebih dari itu, ia melambangkan kehidupan yang harmonis antara manusia dan alam. Setiap detail pada patung, mulai dari bentuk biawak yang dinamis hingga penempatannya di pintu masuk kota, mengandung makna yang mendalam.

Rejo berharap Tugu Biawak dapat menjadi inspirasi bagi seniman lain untuk berkarya dengan hati dan semangat yang sama. Ia ingin Wonosobo dikenal tidak hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena seni dan budayanya yang terus berkembang.

"Saya ingin masyarakat Wonosobo bangga dengan karya ini. Itu sudah cukup bagi saya," tuturnya.

Ahmad Gunawan Wibisono, Ketua Karang Taruna Kecamatan Selomerto, menambahkan bahwa tugu ini memiliki nilai sejarah dan budaya yang kuat. Pihaknya lah yang mengusulkan pemilihan hewan biawak ini. Tugu Biawak bukan hanya sekadar patung, tetapi juga simbol kehidupan, filosofi, dan cinta yang mendalam kepada tanah kelahiran. Sebuah karya seni yang, seperti dikatakan Rejo, memiliki roh dan jiwa yang tak lekang oleh waktu. Selain menggambarkan biawak sebagai hewan endemik, tugu ini juga melambangkan keinginan masyarakat untuk menjaga warisan lingkungan dan sejarah lokal.