DPR Mendorong Investigasi Mendalam Dugaan Pelanggaran HAM di Oriental Circus Indonesia
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia mendesak penegak hukum untuk segera bertindak dalam menanggapi dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dialami oleh mantan karyawan Oriental Circus Indonesia (OCI). Desakan ini muncul di tengah sorotan publik terhadap kondisi kerja dan perlakuan yang diterima para pekerja sirkus.
Dewi Asmara, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, menyatakan bahwa kasus OCI harus menjadi momentum penting untuk meningkatkan perlindungan terhadap pekerja, khususnya di sektor hiburan non-formal. Ia menekankan bahwa negara tidak boleh tinggal diam dan harus memanfaatkan instrumen hukum nasional maupun internasional yang ada untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Dewi mengungkapkan keprihatinannya atas informasi yang diterimanya terkait dugaan eksploitasi yang dialami para mantan pemain sirkus OCI. Bentuk eksploitasi tersebut meliputi:
- Praktik kerja paksa
- Kekerasan
- Pembatasan kebebasan
- Diskriminasi
- Indikasi perdagangan orang
Dewi menilai bahwa kasus OCI mencerminkan kelemahan dalam perlindungan terhadap pekerja di sektor hiburan non-formal yang seringkali beroperasi di luar jangkauan regulasi dan pengawasan negara. Ia menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya sekadar pelanggaran ketenagakerjaan, tetapi juga pelanggaran HAM yang serius dan dapat membuka tabir kasus serupa di industri hiburan lainnya. Oleh karena itu, perbaikan regulasi di sektor ini menjadi sangat penting.
Dewi Asmara merekomendasikan beberapa langkah hukum progresif untuk mendorong pemerintah mengambil tindakan konkret dalam menangani kasus OCI. Langkah-langkah tersebut antara lain:
- Pembentukan Tim Investigasi Independen: Komnas HAM dan Kementerian Ketenagakerjaan diharapkan dapat membentuk tim investigasi bersama untuk menelusuri secara menyeluruh dugaan pelanggaran yang terjadi di OCI.
- Satuan Tugas Penegakan Hukum: Kejaksaan Agung dan Kepolisian perlu membentuk satuan tugas khusus untuk menangani kasus ini, termasuk kemungkinan pelanggaran Undang-Undang (UU) HAM, UU Ketenagakerjaan, dan UU TPPO.
- Perlindungan bagi Saksi dan Korban: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diminta untuk segera memberikan perlindungan menyeluruh, baik fisik maupun psikologis, kepada para korban, serta bantuan hukum untuk menuntut hak mereka, termasuk ganti rugi dan kompensasi.
Selain itu, Dewi juga menyoroti perlunya pembentukan regulasi khusus untuk sektor hiburan dan industri non-formal lainnya. Regulasi ini diharapkan dapat mengatur standar kerja, perlindungan pekerja, dan sistem pengawasan di sektor hiburan seperti sirkus dan industri sejenisnya yang cenderung berpindah-pindah lokasi dan mempekerjakan kelompok rentan, termasuk anak-anak.
Dewi juga mengingatkan bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 29 tentang Kerja Paksa melalui Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998, serta Konvensi ILO Nomor 95 tentang Perlindungan Upah melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1957. Berdasarkan Konvensi ILO, segala bentuk kerja yang dilakukan di bawah ancaman, tanpa kesukarelaan, serta disertai pemalsuan dokumen dan pembatasan kebebasan, termasuk dalam kategori kerja paksa. Praktik tidak ada upah, pemotongan upah sewenang-wenang, dan pembayaran nontunai yang tidak wajar juga melanggar ketentuan Konvensi ILO Nomor 95.
Dewi menegaskan bahwa jika terbukti adanya unsur pemaksaan, kekerasan, dan penyekapan, maka kasus OCI bukan hanya sekadar kerja paksa, tetapi juga dapat dikategorikan sebagai perdagangan orang sebagaimana diatur dalam UU No. 21 Tahun 2007. Ia juga menekankan pentingnya edukasi dan kesadaran publik tentang hak pekerja dan larangan kerja paksa, khususnya di komunitas hiburan.
Kasus sirkus OCI mencuat ke publik setelah para mantan pemain sirkus mengaku mengalami eksploitasi dan penyiksaan selama bekerja. Fifi Nur Hidayah, salah satu korban, mengungkapkan bahwa dirinya mengalami penyiksaan selama pelatihan sirkus, baik oleh OCI maupun Taman Safari Indonesia. Ia mengaku dipukul, disetrum, hingga dipasung karena pernah mencoba melarikan diri.
Di sisi lain, Founder Oriental Circus Indonesia (OCI) dan Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, membantah semua tuduhan para eks pemain sirkus. Menurut Tony, pelatihan sirkus memang menuntut kedisiplinan tinggi, namun bukan berarti ada praktik kekerasan atau penyiksaan seperti yang dituduhkan. Ia menyebut tudingan tersebut tidak masuk akal dan cenderung dibuat-buat untuk menarik simpati masyarakat.