Trauma Mendalam Hantui Tujuh Santri di Tulungagung, Pendampingan Psikologis Intensif Diberikan

Kasus pencabulan yang menimpa tujuh santri di sebuah pondok pesantren di Tulungagung, Jawa Timur, menyisakan luka mendalam. Para korban, yang seluruhnya berusia di bawah 10 tahun, kini tengah menjalani pendampingan psikologis intensif untuk memulihkan trauma yang mereka alami.

UPTD Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Tulungagung, melalui Kepala UPTD, Dwi Yanuarti, mengungkapkan bahwa pendampingan telah dilakukan sejak awal kasus ini ditangani oleh Polres Tulungagung. Dwi menggambarkan kondisi psikologis para korban seperti "kanvas putih yang telah dicoret," mengindikasikan betapa beratnya trauma yang harus mereka hadapi. Proses pemulihan diperkirakan akan membutuhkan waktu yang lama dan penanganan yang berkelanjutan.

Berikut adalah rincian penanganan yang diberikan:

  • Pendampingan Hukum: Korban didampingi selama proses visum dan pemeriksaan berita acara (BAP) di kepolisian.
  • Pendampingan Psikologis: Tim psikolog melakukan asesmen untuk mengetahui tingkat gangguan yang dialami korban. Pendampingan lanjutan, termasuk rujukan ke psikiater, akan diberikan jika diperlukan.
  • Pendampingan Medis: Seluruh biaya pendampingan, baik hukum, psikologis, maupun medis, ditanggung oleh pemerintah.

Menurut Dwi, meskipun secara fisik para korban tampak ceria dan masih bisa bermain, luka psikologis yang mereka alami sangat nyata. Trauma akibat kejadian tersebut membutuhkan penanganan serius dan berkelanjutan. PPPA Tulungagung telah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mendapatkan dukungan lebih lanjut dalam proses pemulihan para korban.

Saat ini, ketujuh santri tersebut telah kembali beraktivitas seperti biasa. Namun, proses pemulihan psikologis terus dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Diharapkan, dengan pendampingan yang intensif dan dukungan dari berbagai pihak, para korban dapat pulih dari trauma dan kembali menjalani kehidupan yang normal.