Penjarahan Besi Kolong Tol Jakarta: Simbol Rapuhnya Negara dan Kesenjangan Sosial

Di bawah infrastruktur megah jalan tol Plumpang-Pluit, Jakarta, sebuah ironi mencuat: penjarahan pelat besi penyangga yang terjadi terang-terangan. Aksi ini, berlangsung di siang bolong, bukan hanya sekadar tindak kriminal, melainkan representasi nyata dari kegagalan negara dalam menjaga aset publik dan mengatasi akar masalah kesenjangan ekonomi.

Fenomena ini mengundang refleksi mendalam tentang peran dan kehadiran negara. Mengutip Montesquieu, hukum yang tidak ditegakkan secara konsisten akan lumpuh, membiarkan kejahatan berkembang biak. Kasus pencurian ini menggambarkan situasi di mana aparat penegak hukum tak berdaya menghadapi massa, seolah negara kehilangan otoritas di wilayahnya sendiri. Pertanyaannya kemudian muncul: apa yang mendorong seseorang berani melakukan pencurian di siang hari bolong, dengan risiko tertangkap? Jawabannya mungkin terletak pada jurang pemisah antara harapan dan realita.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Maret 2024, kemiskinan ekstrem di Jakarta mencapai 1,1 persen, sementara tingkat pengangguran terbuka mencapai 7,6 persen. Angka-angka ini mencerminkan kondisi ekonomi yang sulit, terutama di wilayah-wilayah padat dan terpinggirkan seperti Papanggo. Dalam situasi seperti ini, pencurian bisa menjadi pilihan rasional, sebuah "ekonomi alternatif" ketika pintu ekonomi formal tertutup. Gary Becker, peraih Nobel Ekonomi, menjelaskan bahwa dalam logika semacam ini, risiko tertangkap mungkin terasa lebih kecil dibandingkan risiko kelaparan.

Infrastruktur seharusnya menjadi simbol kemajuan suatu bangsa. Namun, di Indonesia, infrastruktur justru menjadi sasaran aksi kriminal. Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index) 2023 menempatkan kualitas infrastruktur Indonesia pada peringkat 72 dari 141 negara. Negara-negara dengan sistem hukum dan jaminan sosial yang kuat, seperti Denmark, Norwegia, atau Jepang, jarang mengalami pencurian aset publik secara terang-terangan. Hal ini karena adanya kombinasi antara supremasi hukum, kepercayaan sosial, dan jaminan kesejahteraan dasar.

Kolong tol yang terbakar akibat aktivitas pencurian besi adalah metafora yang kuat untuk menggambarkan sistem yang rapuh. Negara membangun infrastruktur megah, tetapi gagal membangun sistem pengawasan, kesejahteraan, dan rasa aman yang menopang infrastruktur tersebut. Lebih jauh lagi, hilangnya pelat besi bukan hanya merusak struktur fisik jalan tol, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap negara. Pembangunan infrastruktur seharusnya tidak hanya berfokus pada aspek fisik, tetapi juga pada pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat di sekitarnya.

Peran serta masyarakat dalam menjaga fasilitas publik juga menjadi sorotan. Jürgen Habermas menekankan pentingnya ruang publik sebagai wadah bagi masyarakat sipil untuk membentuk opini dan mengontrol kekuasaan. Ketika masyarakat hanya menjadi penonton pasif, demokrasi kehilangan kekuatannya. Namun, dapatkah masyarakat disalahkan jika aparat penegak hukum saja mundur karena diancam? Tanpa jaminan perlindungan, partisipasi aktif masyarakat menjadi sulit diharapkan.

Negara harus hadir tidak hanya sebagai pelaksana proyek infrastruktur, tetapi juga sebagai pelindung martabat warga negara. Hal ini dapat dilakukan melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan kualitas pendidikan, dan penegakan hukum yang adil. Pencurian pelat besi kolong tol hanyalah satu bab dari kisah panjang tentang tata kelola kota dan negara yang bermasalah. Jika masalah ini dibiarkan, kita akan menyaksikan babak berikutnya, yaitu runtuhnya kepercayaan antara rakyat dan negara. Dan seperti pelat besi yang hilang dari struktur tol, keruntuhan ini akan membawa dampak bagi kita semua.

Kini, kolong tol tersebut bukan sekadar tempat gelap di bawah jalan raya. Ia telah menjadi panggung tragis di mana negara kehilangan kendali dan masyarakat kehilangan harapan. Hukum tidak lagi dibacakan di pengadilan, tetapi diukur dari seberapa banyak linggis dan keberanian yang dimiliki seseorang untuk melawan. Kejahatan yang paling berbahaya bukanlah yang terjadi dalam kegelapan, tetapi kejahatan yang terjadi di siang hari bolong dan tidak ada yang merasa perlu untuk menghentikannya. Hilangnya rasa aman dan kepercayaan ini menjadi ancaman serius bagi fondasi negara.

  • Penegakan Hukum Lemah
  • Kesenjangan Ekonomi Meningkat
  • Kehilangan Kepercayaan Publik

List Data Kemiskinan dan Pengangguran

  • Kemiskinan Ekstrem Jakarta (Maret 2024): 1,1%
  • Tingkat Pengangguran Terbuka Jakarta (Maret 2024): 7,6%

Point Penting Global Competitiveness Index 2023

  • Kualitas Infrastruktur Indonesia: Peringkat 72 dari 141 negara