IMF Revisi Turun Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Akibat Kebijakan Tarif AS
Perlambatan Ekonomi Global: Dampak Kebijakan Tarif AS
Dana Moneter Internasional (IMF) baru-baru ini merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi global, mengindikasikan perlambatan yang lebih signifikan dari perkiraan sebelumnya. Laporan World Economic Outlook terbaru, yang dirilis pada hari Selasa (22/4/2025), menunjukkan bahwa IMF kini memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global hanya mencapai 2,8 persen untuk tahun 2025, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 3,3 persen yang dikeluarkan pada Januari 2025.
Penurunan proyeksi ini sebagian besar disebabkan oleh kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat. Kebijakan ini, beserta dengan tindakan balasan dari negara-negara lain, telah menciptakan ketegangan perdagangan yang signifikan dan memberikan tekanan pada pertumbuhan ekonomi global. IMF memperkirakan bahwa dampak kumulatif dari kebijakan ini akan mengurangi pertumbuhan global sebesar 0,8 poin persentase.
Dampak pada Perdagangan Global
Sektor perdagangan global diperkirakan akan merasakan dampak yang paling besar dari perlambatan ini. IMF memproyeksikan pertumbuhan perdagangan global hanya sebesar 1,7 persen pada tahun 2025, penurunan tajam dari 3,8 persen pada tahun sebelumnya. Ketegangan perdagangan yang sedang berlangsung, yang dipicu oleh kebijakan tarif yang berbeda-beda terhadap sejumlah mitra dagang AS, menjadi faktor utama di balik perlambatan ini.
Kebijakan tarif AS juga berpotensi mengguncang rantai pasokan global, menurunkan produktivitas dan output, serta meningkatkan tekanan harga (inflasi) secara sementara. Meskipun permintaan domestik di AS telah melambat bahkan sebelum tarif diberlakukan, kebijakan ini semakin memperburuk situasi.
IMF memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi AS hanya akan mencapai 1,8 persen sebagai akibat dari kebijakan tarif ini. Selain itu, proyeksi inflasi AS juga direvisi naik menjadi sekitar 3 persen, dari sebelumnya 2 persen.
Prospek Ekonomi Indonesia
Untuk Indonesia, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,7 persen pada tahun 2025 dan 2026. Angka ini lebih rendah 0,3 poin persentase dibandingkan proyeksi sebelumnya. Tingkat pengangguran di Indonesia diperkirakan akan mencapai 5 persen pada tahun 2025, naik dari 4,9 persen pada tahun 2024, dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 5,1 persen pada tahun 2026.
IMF juga memperkirakan rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia sebesar 4,5 persen pada tahun 2025. Di antara negara-negara dalam kelompok emerging and developing Asia, pertumbuhan ekonomi China diproyeksikan sebesar 4 persen pada tahun 2025 dan 2026. Vietnam diprediksi tumbuh 5,2 persen pada 2025, lalu menurun menjadi 4 persen pada 2026. Malaysia tumbuh 4,1 persen pada 2025 dan turun menjadi 3,8 persen pada tahun berikutnya. Yang menonjol, pertumbuhan ekonomi India tetap kuat di atas 6 persen, yakni 6,2 persen pada 2025 dan 6,3 persen pada 2026.
Respon Pemerintah Indonesia
Menanggapi laporan IMF, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman menyatakan keprihatinannya atas ketidakpastian ekonomi global. Ia menyoroti dinamika kebijakan luar negeri AS yang lebih tertutup (inward looking) sebagai faktor yang memanaskan tensi perang dagang global.
Luky menekankan pentingnya kewaspadaan dalam menyusun kebijakan ekonomi nasional ke depan, terutama dalam menghadapi ketidakpastian global. Ia menegaskan peran krusial APBN dan APBD sebagai instrumen penyangga (shock absorber) yang mampu meredam guncangan eksternal terhadap ekonomi domestik.
Rincian Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi di Beberapa Negara:
Berikut adalah rincian proyeksi pertumbuhan ekonomi di beberapa negara:
- Indonesia: 4,7 persen (2025 dan 2026)
- China: 4 persen (2025 dan 2026)
- Vietnam: 5,2 persen (2025), 4 persen (2026)
- Malaysia: 4,1 persen (2025), 3,8 persen (2026)
- India: 6,2 persen (2025), 6,3 persen (2026)
Perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan ketidakpastian yang menyertainya menuntut respons kebijakan yang hati-hati dan terkoordinasi dari negara-negara di seluruh dunia. Kebijakan fiskal dan moneter yang tepat, serta kerja sama internasional yang kuat, akan sangat penting untuk memitigasi dampak negatif dari ketegangan perdagangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.