Implementasi Koperasi Desa Merah Putih di Nunukan Terkendala Kondisi Geografis dan Infrastruktur

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025, yang mengamanatkan pembentukan 80.000 Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia, menghadapi tantangan signifikan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, wilayah yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Instruksi ini merupakan langkah strategis pemerintah dalam mendorong swasembada pangan dan pemerataan ekonomi melalui pembangunan desa.

Syamsu Rijal, Ketua DPD Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kalimantan Utara, mengungkapkan keraguan atas implementasi program ini di Nunukan. Salah satu kendala utama adalah keharusan mendirikan tujuh unit usaha dalam setiap Koperasi Desa Merah Putih, meliputi kantor koperasi, kios sembako, unit simpan pinjam, klinik kesehatan, apotek desa, sistem pergudangan (cold storage), dan sarana logistik.

"Kondisi usaha di desa, terutama di wilayah perbatasan seperti Nunukan, tidak bisa sepenuhnya mengikuti standar yang ditetapkan kementerian," ujar Syamsu Rijal. Ketergantungan Nunukan pada pasokan barang dari Malaysia dan daerah lain, seperti Sulawesi dan Surabaya, menjadi faktor penghambat. Selain itu, kondisi geografis Nunukan yang berbeda dengan wilayah perkotaan di Jawa, juga menjadi tantangan tersendiri. Beberapa daerah hanya dapat dijangkau melalui jalur udara dan air dengan biaya yang tidak murah.

"Untuk koperasi dengan gudang sembako saja sudah sulit, apalagi menyediakan klinik. Daerah pelosok pedalaman Nunukan masih kekurangan fasilitas kesehatan dan tenaga medis. Bagaimana kita bisa memenuhinya?" tambahnya.

Syamsu Rijal menyoroti bahwa dari 232 desa di 21 kecamatan di Nunukan, para kepala desa masih belum sepenuhnya memahami regulasi dan mekanisme pembentukan Koperasi Desa Merah Putih, terutama dalam konteks kondisi wilayah masing-masing. Pertanyaan mengenai pendanaan, apakah akan menggunakan sistem penyertaan modal desa seperti BUMDes, serta aturan pengembalian pinjaman dari pihak ketiga, juga belum terjawab.

Kesiapan sumber daya manusia (SDM) di wilayah perbatasan juga menjadi perhatian penting. "Kami masih membutuhkan pencerahan terkait Koperasi Desa Merah Putih. Kami berharap pemerintah daerah dan pusat dapat lebih intensif turun ke lapangan untuk mensosialisasikan program ini," kata Syamsu Rijal.

Meski demikian, pemerintah desa di Nunukan pada prinsipnya akan mematuhi Inpres 9/2025. Mereka percaya bahwa negara tidak akan merugikan rakyatnya. Syamsu Rijal berharap agar pembentukan Koperasi Desa Merah Putih di wilayah perbatasan dapat disesuaikan dengan kondisi lokal, dan jenis usaha yang dijalankan bersifat fleksibel, sesuai dengan potensi masing-masing daerah.

"Kami berharap pemerintah, khususnya Dinas Koperasi, dapat memberikan bimbingan dan pembinaan kepada desa-desa, sehingga ketika Koperasi Desa Merah Putih terbentuk, tidak hanya sekadar nama, tetapi juga dapat berjalan efektif," pungkasnya.

Berikut adalah poin-poin yang menjadi perhatian:

  • Ketergantungan Pasokan: Nunukan masih bergantung pada pasokan barang dari Malaysia dan daerah lain.
  • Kondisi Geografis: Aksesibilitas terbatas ke beberapa wilayah hanya melalui udara dan air dengan biaya tinggi.
  • Kekurangan Infrastruktur: Keterbatasan fasilitas kesehatan dan tenaga medis di daerah pelosok.
  • Pemahaman Regulasi: Kepala desa masih membutuhkan pemahaman yang lebih baik mengenai regulasi dan mekanisme koperasi.
  • Kesiapan SDM: Perlu peningkatan kualitas SDM di wilayah perbatasan.
  • Fleksibilitas Usaha: Jenis usaha koperasi perlu disesuaikan dengan potensi lokal.
  • Peran Pemerintah: Pemerintah diharapkan memberikan bimbingan dan pembinaan intensif kepada desa.