Harga Kedelai Meroket, Produsen Tahu Tempe di Polewali Mandar Tercekik
Kenaikan harga kedelai impor akibat kebijakan tarif dagang yang diterapkan Amerika Serikat mulai menghantam industri tahu tempe skala kecil di Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Para perajin tahu dan tempe di wilayah tersebut kini menghadapi tantangan berat akibat lonjakan harga bahan baku utama. Eppi Adrian Prayoga, seorang pengusaha tahu di Desa Sugihwaras, mengungkapkan bahwa bisnisnya yang telah berjalan lebih dari satu dekade kini berada di ambang kesulitan. Ia terpaksa memangkas volume produksi secara signifikan untuk menekan kerugian.
"Beberapa minggu terakhir ini kami terpaksa mengurangi produksi untuk menyesuaikan dengan keadaan," ujar Eppi.
Sebelumnya, Eppi mampu menghasilkan hingga 700 kilogram tahu per hari. Namun, dengan harga kedelai yang terus merangkak naik, ia hanya mampu memproduksi sekitar 450 kilogram per hari.
Kenaikan harga kedelai impor ini dipicu oleh kebijakan perang dagang yang diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat. Harga kedelai yang semula berada di kisaran Rp9.200 per kilogram, kini melonjak menjadi Rp10.700 per kilogram.
Para perajin tahu tempe juga menahan diri untuk tidak menaikkan harga jual, atau mengurangi ukuran tahu dan tempe yang mereka produksi, karena khawatir akan kehilangan pelanggan. Saat ini, harga tahu masih dijual dengan harga Rp 21.000 per papan.
"Menaikkan harga dalam situasi seperti ini bukan langkah yang tepat untuk mempertahankan pelanggan," imbuhnya.
Menghadapi situasi sulit ini, para perajin tahu tempe di Wonomulyo berharap pemerintah dapat segera mengambil tindakan untuk menstabilkan harga kedelai impor. Mereka berharap, dengan adanya intervensi pemerintah, masyarakat tetap dapat menikmati tahu dan tempe sebagai makanan yang terjangkau.
Berikut beberapa poin yang menjadi perhatian para perajin:
- Kenaikan harga kedelai impor berdampak langsung pada penurunan omzet.
- Perajin terpaksa mengurangi produksi untuk menekan kerugian.
- Perajin tidak berani menaikkan harga jual atau mengurangi ukuran produk.
- Perajin berharap pemerintah segera turun tangan menstabilkan harga kedelai.
Dampak Perang Dagang Global:
Kondisi yang dialami perajin tahu tempe di Polewali Mandar ini menjadi gambaran betapa rentannya industri kecil terhadap gejolak ekonomi global. Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh negara-negara besar, seperti Amerika Serikat, dapat dengan cepat berdampak pada mata pencaharian para pelaku usaha kecil di daerah-daerah terpencil.
Upaya Bertahan di Tengah Krisis:
Meski menghadapi tekanan yang berat, para perajin tahu tempe di Wonomulyo terus berupaya mencari cara untuk bertahan. Selain mengurangi produksi, mereka juga mencoba untuk lebih efisien dalam penggunaan bahan baku dan mencari alternatif sumber kedelai yang lebih murah, meskipun kualitasnya mungkin tidak sebaik kedelai impor.
Harapan Akan Intervensi Pemerintah:
Para perajin sangat berharap pemerintah dapat memberikan solusi konkret untuk mengatasi masalah ini. Beberapa solusi yang diharapkan antara lain adalah:
- Subsidi harga kedelai impor.
- Kemudahan akses terhadap kredit modal kerja.
- Pelatihan untuk meningkatkan efisiensi produksi.
Dengan adanya dukungan dari pemerintah, para perajin tahu tempe di Polewali Mandar berharap dapat terus menjalankan usaha mereka dan memenuhi kebutuhan protein masyarakat dengan harga yang terjangkau.