Industri Semen Diharapkan Jadi Garda Depan Pengelolaan Limbah Berkelanjutan

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menaruh harapan besar pada industri semen untuk berperan aktif dalam pengelolaan limbah menjadi refuse derived fuel (RDF), sebuah inovasi bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Langkah ini merupakan bagian dari strategi ambisius untuk mencapai target pengelolaan sampah 100 persen pada tahun 2029, sesuai dengan arahan presiden yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2025-2029.

Wakil Menteri LH, Diaz Hendropriyono, menegaskan pentingnya percepatan dalam pengelolaan sampah nasional. Target RPJMN menetapkan angka 50 persen pada tahun 2025, namun data terkini menunjukkan bahwa Indonesia baru mencapai 39 persen dalam pengolahan sampah. Untuk itu, KLH berupaya keras untuk memastikan target tersebut dapat dicapai.

Sebagai bagian dari upaya tersebut, Diaz Hendropriyono baru-baru ini mengunjungi Kompleks Pabrik Citeureup milik PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional (TPPASR) Lulut Nambo di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kunjungan ini bertujuan untuk meninjau secara langsung implementasi fasilitas RDF di Plant 11 dan Plant 14 PT Indocement.

PT Indocement telah menunjukkan komitmen yang kuat dengan memanfaatkan RDF hingga 42 persen sebagai bahan co-processing bersama dengan batubara. Diaz Hendropriyono menilai bahwa kemampuan ini jauh lebih progresif dibandingkan dengan beberapa pembangkit listrik tenaga uap berbasis batubara. Namun, Diaz Hendropriyono juga menyoroti kapasitas fasilitas RDF di TPPASR Lulut Nambo yang masih terbatas. Dengan kemampuan mengolah hanya 50 ton sampah per hari dan menghasilkan 15 ton RDF, angka ini jauh di bawah potensi yang dimiliki PT Indocement yang mampu mengolah hingga 2.500 ton sampah per hari. Kekurangan pasokan RDF saat ini ditutupi dengan pengambilan dari TPA Bantargebang sebanyak 600 ton per hari.

Diaz Hendropriyono menekankan perlunya optimalisasi potensi TPPASR Lulut Nambo. Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pengampu proyek diharapkan segera menyelesaikan beauty contest untuk mencari mitra baru, sehingga kapasitas pengolahan dapat ditingkatkan hingga 2.400 ton per hari dengan output RDF sebesar 800 ton. TPPASR Lulut Nambo diharapkan dapat menjadi solusi bagi beban TPA di daerah sekitarnya, termasuk Depok, Bogor, dan Tangerang Selatan, yang masih menerapkan sistem pembuangan terbuka (open dumping).

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menyatakan dukungan penuh terhadap pemanfaatan RDF di sektor industri semen sebagai solusi untuk menyerap limbah padat. Dukungan pemerintah, termasuk dalam realisasi kerja sama dan komitmen lintas sektor, dianggap sangat penting.

Direktur Utama PT Indocement, Christian Kartawijaya, menegaskan kesiapan perusahaannya untuk menampung RDF yang belum terkelola. Jika Nambo mampu menyuplai 800 ton per hari, PT Indocement siap menerima pasokan tersebut. Hal ini sejalan dengan komitmen perusahaan dalam mendukung pengurangan emisi dan pengelolaan limbah.

Inisiatif ini bukan hanya tentang pengelolaan sampah, tetapi juga tentang transisi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan limbah sebagai sumber energi alternatif, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Beberapa poin penting dalam berita ini adalah:

  • Target pengelolaan sampah 100 persen pada tahun 2029.
  • Peran penting industri semen dalam pengelolaan limbah menjadi RDF.
  • Kunjungan KLH ke PT Indocement dan TPPASR Lulut Nambo.
  • Potensi TPPASR Lulut Nambo yang perlu dioptimalkan.
  • Dukungan pemerintah dan komitmen industri dalam pengelolaan limbah.