DPR RI Desak Penyelidikan Tuntas Dugaan Pelanggaran HAM di Oriental Circus Indonesia
Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyuarakan keprihatinan mendalam atas laporan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dialami oleh sejumlah mantan pekerja Oriental Circus Indonesia (OCI). Dewan mendesak agar negara mengambil tindakan tegas jika terbukti adanya pelanggaran terhadap hak-hak fundamental tersebut.
Dewi Asmara, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, menyatakan bahwa kasus yang menimpa OCI mencerminkan kerentanan perlindungan terhadap pekerja di sektor hiburan non-formal. Sektor ini, menurutnya, seringkali beroperasi di luar jangkauan regulasi dan pengawasan yang memadai. Ia menekankan bahwa masalah ini bukan sekadar pelanggaran ketenagakerjaan biasa, melainkan isu HAM yang serius dan memerlukan perhatian khusus.
Sebagai anggota aktif International Labour Organization (ILO), Indonesia memiliki komitmen untuk menghormati dan menegakkan standar-standar perburuhan internasional. Dewi Asmara menyoroti Konvensi ILO No. 29 yang secara tegas melarang segala bentuk kerja paksa, yang mencakup pekerjaan yang dilakukan di bawah ancaman, tanpa kesukarelaan, dengan pemalsuan dokumen, dan pembatasan kebebasan.
Praktik-praktik seperti penundaan pembayaran upah, pemotongan upah secara sewenang-wenang, dan pembayaran non-tunai yang tidak adil juga dianggap sebagai pelanggaran terhadap Konvensi ILO No. 95. Lebih lanjut, Dewi Asmara menyampaikan kekhawatiran bahwa kasus OCI berpotensi melampaui isu kerja paksa dan mengarah pada indikasi tindak pidana perdagangan orang.
"Apabila terbukti adanya unsur pemaksaan, kekerasan, dan penyekapan, maka kasus ini tidak hanya terbatas pada kerja paksa, tetapi juga dapat dikategorikan sebagai perdagangan orang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007," tegasnya.
Untuk merespon situasi ini, Komisi XIII DPR RI merekomendasikan serangkaian langkah hukum progresif untuk mendorong pemerintah mengambil tindakan nyata. Rekomendasi tersebut mencakup:
- Pembentukan Tim Investigasi Independen: Komnas HAM dan Kementerian Ketenagakerjaan diharapkan membentuk tim investigasi independen untuk menelusuri secara komprehensif dugaan pelanggaran yang terjadi di OCI. Investigasi ini bertujuan untuk menindaklanjuti penegakan HAM di sektor industri hiburan.
- Satuan Tugas Penegakan Hukum: Kejaksaan Agung dan Kepolisian diminta untuk membentuk satuan tugas khusus yang bertugas menangani kasus ini, termasuk potensi pelanggaran terhadap UU HAM, UU Ketenagakerjaan, dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO).
- Perlindungan Saksi dan Korban: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) harus segera memberikan perlindungan menyeluruh, baik fisik maupun psikologis, kepada para korban. Bantuan hukum juga diperlukan untuk membantu korban menuntut hak-hak mereka, termasuk ganti rugi dan kompensasi.
- Regulasi Khusus Sektor Hiburan: Perlu dibentuk payung hukum khusus yang mengatur standar kerja, perlindungan pekerja, dan sistem pengawasan di sektor hiburan seperti sirkus dan industri non-formal lainnya. Regulasi ini penting mengingat sektor ini cenderung berpindah-pindah lokasi dan seringkali mempekerjakan kelompok rentan, termasuk anak-anak.
Dewi Asmara juga menekankan pentingnya kampanye nasional untuk meningkatkan kesadaran tentang hak-hak pekerja dan bahaya kerja paksa, khususnya di komunitas hiburan. Selain itu, sosialisasi kepada aparat penegak hukum juga diperlukan agar mereka lebih siap dalam menangani kasus-kasus eksploitasi di sektor informal.
"Kasus Oriental Circus Indonesia harus menjadi momentum penting bagi kita semua. Negara tidak boleh tinggal diam. Kita memiliki instrumen hukum nasional dan internasional yang memadai. Yang terpenting adalah bagaimana kita memastikan implementasinya di lapangan," pungkasnya.