Efektivitas Bendungan Ciawi-Sukamahi dalam Mengatasi Banjir Jabodetabek: Analisis Kinerja dan Tantangan Ke Depan
Efektivitas Bendungan Ciawi-Sukamahi dalam Mengatasi Banjir Jabodetabek: Analisis Kinerja dan Tantangan Ke Depan
Banjir yang baru-baru ini melanda wilayah Jabodetabek kembali memicu perdebatan mengenai efektivitas infrastruktur pengendalian banjir, khususnya Bendungan Ciawi dan Sukamahi. Presiden Joko Widodo sebelumnya telah menyoroti kinerja kedua bendungan tersebut dalam menghadapi curah hujan ekstrem yang menyebabkan banjir. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberikan penjelasan rinci mengenai kinerja kedua bendungan dan tantangan yang dihadapi dalam mengelola risiko banjir di wilayah tersebut.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Lilik Retno Cahyadiningsih, menekankan bahwa Bendungan Ciawi dan Sukamahi telah menunjukkan kinerja yang mengagumkan dalam menahan debit air yang signifikan. Berdasarkan data yang dihimpun, Bendungan Ciawi berhasil menahan sekitar 2 juta meter kubik air, sementara Bendungan Sukamahi menahan 0,3 juta meter kubik air selama periode banjir tersebut. Capaian ini dinilai cukup besar mengingat intensitas hujan yang sangat ekstrem, mencapai 356 milimeter kubik per hari, jauh melebihi kapasitas normal yang dapat ditampung oleh kedua bendungan (lebih dari 150 mm kubik per hari).
Meskipun demikian, Lilik mengakui bahwa intensitas hujan yang luar biasa tersebut menjadi faktor utama penyebab banjir tetap terjadi. Curah hujan yang jauh melampaui kapasitas tampung bendungan mengakibatkan luapan air yang tak terhindarkan. Lebih lanjut, Kementerian PUPR juga tengah merencanakan pembangunan kolam retensi di Bekasi sebagai bagian dari solusi jangka panjang, meskipun saat ini masih dalam tahap perencanaan dan belum memperoleh pendanaan.
Sementara itu, Presiden Jokowi juga memberikan perspektif mengenai tantangan dalam pengendalian banjir di Jabodetabek. Beliau mengingatkan bahwa kedua bendungan tersebut dirancang untuk mereduksi aliran Sungai Ciliwung, sementara Jakarta memiliki 13 aliran sungai yang perlu dikelola. Presiden juga menekankan pentingnya kelanjutan proyek normalisasi sungai, khususnya setelah normalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 16 kilometer rampung. Selain itu, beliau menyinggung ancaman kenaikan permukaan air laut yang diperkirakan akan semakin memperparah risiko banjir di Jakarta pada tahun 2050-an.
BNPB sendiri berencana melakukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas Bendungan Ciawi dan Sukamahi pasca-banjir. Evaluasi ini penting untuk mengidentifikasi kelemahan dan meningkatkan strategi pengendalian banjir di masa mendatang. Kesimpulannya, penanganan banjir di Jabodetabek membutuhkan pendekatan terintegrasi yang melibatkan berbagai infrastruktur pengendalian banjir, pengelolaan sungai yang komprehensif, serta strategi adaptasi terhadap perubahan iklim, termasuk ancaman kenaikan permukaan air laut.
Poin-poin penting:
- Bendungan Ciawi dan Sukamahi menahan debit air signifikan selama banjir (2 juta m³ dan 0,3 juta m³).
- Intensitas hujan ekstrem (356 mm/hari) melampaui kapasitas tampung bendungan.
- Pembangunan kolam retensi di Bekasi sebagai solusi jangka panjang masih dalam tahap perencanaan.
- Normalisasi 12 sungai di Jakarta masih perlu dilakukan.
- Ancaman kenaikan permukaan air laut perlu dipertimbangkan dalam strategi pengendalian banjir.
- BNPB akan mengevaluasi efektivitas Bendungan Ciawi dan Sukamahi.