Ekonomi Indonesia Tangguh di Tengah Ketegangan Dagang AS: Keyakinan Bank Indonesia

Ketahanan Ekonomi Indonesia di Tengah Perang Dagang: Analisis Gubernur BI

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyampaikan keyakinannya bahwa ekonomi Indonesia memiliki fundamental yang kuat untuk menghadapi gejolak ekonomi global, terutama yang disebabkan oleh kebijakan tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual.

Perry Warjiyo menjabarkan tiga faktor utama yang mendasari optimisme tersebut:

  • Defisit Transaksi Berjalan Terkendali: Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan Indonesia berada dalam kisaran 0,5 hingga 1,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut Perry, angka ini tergolong rendah dan menunjukkan stabilitas ekonomi yang baik, terutama bagi negara berkembang. Batas aman defisit transaksi berjalan untuk negara berkembang adalah di bawah 3% dari PDB.

  • Surplus Neraca Modal dan Finansial: BI optimis bahwa defisit transaksi berjalan dapat ditutupi oleh surplus dari transaksi modal dan finansial. Surplus ini berasal dari portfolio inflows, investasi asing langsung, serta dampak positif dari kebijakan pemerintah terkait Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA). Dengan demikian, neraca pembayaran secara keseluruhan diperkirakan akan mencatatkan surplus.

  • Cadangan Devisa yang Kuat: Stabilitas eksternal ekonomi Indonesia didukung oleh cadangan devisa yang cukup tinggi. Pada akhir Maret 2025, posisi cadangan devisa mencapai US$ 157,1 miliar, yang setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor ditambah pembayaran utang luar negeri pemerintah. Tingkat cadangan devisa ini memberikan bantalan yang kuat bagi Indonesia dalam menghadapi tekanan eksternal.

Perry Warjiyo mengakui bahwa kebijakan tarif AS dapat memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap perekonomian Indonesia. Dampak langsung terkait dengan ekspor Indonesia ke AS, sementara dampak tidak langsung berkaitan dengan ekspor Indonesia ke Tiongkok. Meskipun demikian, ia mencatat bahwa implementasi kebijakan tarif tersebut sedang ditunda selama 90 hari oleh pemerintah AS. Bank Indonesia akan terus melakukan asesmen mendalam terhadap dinamika kebijakan tarif ini untuk mengantisipasi dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.

Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ekonomi global dan domestik, serta mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Koordinasi yang erat dengan pemerintah dan otoritas terkait juga akan terus ditingkatkan untuk memastikan ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi tantangan global.