Penundaan Tarif AS: DPR Ingatkan Pemerintah Cermati Dampak Jangka Panjang Kebijakan Energi

Anggota DPR RI, Kaisar Kiasa Kasih Said Putra (KKSP), menyoroti penundaan selama 90 hari terkait penetapan tarif oleh Amerika Serikat (AS) dan mendesak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkannya secara optimal. Ia menekankan perlunya kehati-hatian dalam menanggapi sepuluh poin hasil perundingan antara tim negosiator Indonesia dan pemerintah AS, yang meski menjanjikan potensi, juga mengandung catatan kritis.

Kaisar memberikan perhatian khusus pada komitmen Indonesia untuk meningkatkan pembelian gas alam cair (LNG) dan minyak mentah dari AS. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi bertentangan dengan strategi transisi energi nasional yang berfokus pada pengurangan ketergantungan pada energi fosil dan percepatan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Ia mempertanyakan apakah langkah ini benar-benar menguntungkan dalam jangka panjang atau sekadar kompromi dalam negosiasi dagang yang berisiko secara geopolitik.

Lebih lanjut, Kaisar menyoroti risiko fiskal yang mungkin timbul. Kontrak jangka panjang tanpa fleksibilitas yang memadai dalam pembelian LNG dan minyak mentah dari AS dapat menyebabkan lonjakan harga energi global yang berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik melalui beban subsidi maupun tekanan terhadap neraca perdagangan sektor energi. Berdasarkan data impor AS ke Indonesia selama Januari-Maret 2025, Indonesia telah membeli minyak mentah senilai 138,9 juta dollar AS, bahan baku LPG 656,4 juta dollar AS, dan hasil minyak 659,4 juta dollar AS.

Kaisar berharap kesepakatan yang akan dibuat tidak membebani pembelanjaan negara atau menghambat pergerakan Indonesia di kancah internasional. Ia menekankan pentingnya memastikan tidak ada penambahan kuota impor jika kebijakan ini hanya bersifat switching, yaitu mengganti pemasok dari negara-negara Timur Tengah, Afrika, atau China. Peningkatan volume impor dapat memperparah beban APBN. Oleh karena itu, transparansi dalam struktur kontrak, proyeksi harga, dan jaminan bahwa kebijakan ini tetap mengutamakan kepentingan nasional jangka panjang menjadi krusial.

Selain itu, pemerintah perlu mempertimbangkan dampak negosiasi bilateral ini terhadap hubungan Indonesia dengan negara-negara lain yang memiliki kepentingan di sektor energi. Kaisar menekankan pentingnya menjaga keseimbangan relasi Indonesia dengan mitra strategis lainnya dan tidak mengorbankan prinsip politik luar negeri bebas aktif yang dianut Indonesia sejak awal berdirinya.

Kaisar juga mengingatkan untuk tidak mengabaikan relasi Indonesia dengan China, mengingat ketergantungan ekonomi Indonesia yang signifikan pada China dalam hal investasi, perdagangan ekspor-impor, dan proyek infrastruktur strategis. Ia menyoroti sinyal tekanan yang disampaikan oleh Menteri Perdagangan China kepada negara-negara yang tengah bernegosiasi tarif dengan AS sebagai hal yang perlu diperhatikan serius.

Pemerintah Indonesia harus mampu menjaga keseimbangan diplomatik agar tidak terseret dalam konflik kepentingan global yang merugikan kepentingan nasional. Konsistensi dalam menjalankan politik luar negeri bebas aktif bukan hanya prinsip normatif, tetapi juga strategi taktis dalam menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional di tengah dinamika geopolitik yang semakin kompleks.

Seiring dengan berlangsungnya negosiasi ini, Kaisar juga menekankan pentingnya pemerintah Indonesia untuk tetap konsisten terhadap tujuan utama pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan. Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor ini, seperti cadangan nikel dan energi panas bumi. Langkah-langkah konkret dalam mendorong inovasi energi terbarukan harus menjadi prioritas utama pemerintahan ke depan agar Indonesia dapat tumbuh menjadi bangsa yang berdaulat, khususnya dalam energi baru terbarukan.