Polemik Keterlibatan TNI di Kampus: Upaya Delegitimasi Pemerintah?
Kontroversi Kehadiran TNI di Lingkungan Kampus: Tudingan Upaya Delegitimasi dan Respons Mahasiswa
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, menyampaikan kekhawatiran terkait maraknya kritik terhadap kehadiran aparat TNI di lingkungan kampus. Menurutnya, fenomena ini berpotensi menjadi upaya sistematis untuk mendelegitimasi pemerintah dan membenturkan TNI dengan mahasiswa. Pernyataan ini muncul di tengah sorotan publik terhadap aktivitas TNI di berbagai perguruan tinggi, terutama setelah disahkannya revisi Undang-Undang TNI oleh DPR.
Brigjen Kristomei menegaskan bahwa TNI seharusnya memiliki hubungan yang erat dengan mahasiswa, mengingat Indonesia menganut sistem pertahanan rakyat semesta (Sishankamrata). Ia berpendapat bahwa menjauhkan TNI dari rakyat, termasuk mahasiswa, akan melemahkan implementasi Sishankamrata. Ia juga menepis anggapan bahwa kehadiran TNI di kampus bertujuan untuk mengintimidasi atau memata-matai kegiatan mahasiswa.
Sebagai contoh, Kristomei menjelaskan peran Bintara Pembina Desa (Babinsa) yang bertugas memonitoring wilayah. Menurutnya, Babinsa perlu memahami potensi wilayahnya, termasuk sumber daya yang dapat dimanfaatkan dalam situasi perang, seperti bengkel yang bisa digunakan untuk perbaikan senjata. Dengan pemahaman ini, Babinsa diharapkan dapat menyiapkan kantong-kantong perlawanan jika terjadi perang semesta, perang gerilya, atau perang berlarut. Kehadiran Babinsa di acara diskusi mahasiswa, seperti yang terjadi di UIN Walisongo Semarang, dipandangnya sebagai bagian dari tugas monitoring wilayah tersebut.
Namun, pandangan ini ditentang oleh Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Mereka menilai bahwa kehadiran TNI di kampus tidak relevan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketua BEM SI, Herianto, menyatakan bahwa tindakan tersebut justru berpotensi menciptakan iklim ketakutan, menghambat daya kritis, dan mempersempit ruang diskusi ilmiah yang bebas dan otonom. BEM SI menekankan bahwa militerisasi kampus, dengan alasan apapun, dapat mengancam prinsip pendidikan kritis dan demokrasi di Indonesia. Menurut mereka, bukan hanya mahasiswa yang terancam, tetapi juga masa depan pendidikan yang kritis dan demokratis.
Sorotan terhadap keterlibatan TNI di kampus semakin intensif setelah aparat TNI dilaporkan menghadiri sejumlah acara konsolidasi mahasiswa di berbagai universitas, termasuk UIN Walisongo Semarang dan Universitas Indonesia. Hal ini memicu perdebatan tentang batasan peran TNI dalam kehidupan sipil dan potensi dampaknya terhadap kebebasan akademik di perguruan tinggi.