IMF Revisi Turun Proyeksi Ekonomi Indonesia 2025, Pemerintah Siapkan Strategi Antisipasi
Proyeksi Ekonomi Indonesia 2025 Direvisi Turun oleh IMF, Pemerintah Siapkan Langkah Antisipatif
Dana Moneter Internasional (IMF) baru-baru ini merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025. Revisi ini menjadi perhatian serius pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, yang kini tengah menyiapkan strategi antisipasi untuk memitigasi dampak negatifnya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan bahwa penurunan proyeksi ini dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, terutama akibat kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Kebijakan ini, menurutnya, memberikan tekanan signifikan terhadap aktivitas ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
"Tarif yang diberlakukan oleh AS telah menciptakan gelombang ketidakpastian yang mempengaruhi langsung kinerja ekonomi global, dan Indonesia tidak terkecuali," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual terkait Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Dalam proyeksi terbarunya, IMF memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 dari sebelumnya 5,1% menjadi 4,7%. Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran terhadap dampak rambatan dari kebijakan perdagangan global yang proteksionis.
Menanggapi revisi tersebut, pemerintah menyatakan akan terus memantau perkembangan ekonomi global secara seksama dalam beberapa bulan mendatang. Data dan analisis terbaru akan menjadi dasar pertimbangan untuk menentukan apakah proyeksi pertumbuhan ekonomi yang tercantum dalam APBN 2025 perlu disesuaikan.
"Kami akan terus mencermati perkembangan situasi global, khususnya hingga akhir Mei dan Juni. Periode ini krusial untuk mematangkan pemahaman kita tentang dampak kondisi global terhadap perekonomian domestik," jelas Sri Mulyani.
Dalam APBN 2025, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%. Kementerian Keuangan akan menyampaikan laporan semester I-2025 kepada DPR RI yang akan mencakup evaluasi terhadap pencapaian target tersebut dan implikasinya terhadap outlook pertumbuhan ekonomi.
"Laporan tersebut akan memberikan gambaran yang komprehensif mengenai apakah target pertumbuhan ekonomi 2025 sebesar 5,2% mengalami deviasi dan apa implikasinya terhadap kebijakan fiskal," imbuhnya.
Selain itu, pemerintah berharap adanya perkembangan positif dari penundaan selama 90 hari atas kebijakan tarif AS. Pemerintah Indonesia juga terus berupaya melakukan negosiasi intensif dengan pemerintah AS.
"Kami berharap, melalui serangkaian pertemuan dan negosiasi yang intensif, pemerintah AS dapat mempertimbangkan kembali kebijakan tarif tersebut. Kebijakan yang berisiko tidak hanya bagi ekonomi global, tetapi juga bagi perekonomian AS sendiri," tegas Sri Mulyani.
IMF sendiri telah merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,3% menjadi 2,8% untuk tahun 2025. Selain Indonesia, sejumlah negara lain juga mengalami penurunan proyeksi pertumbuhan, termasuk Amerika Serikat yang diproyeksikan hanya tumbuh 1,8%.
"Koreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,4% ini relatif moderat dibandingkan dengan negara-negara lain yang lebih bergantung pada perdagangan internasional. Filipina mengalami koreksi 0,6%, Thailand 1,1%, Vietnam 0,9%, dan Meksiko bahkan mencapai 1,7%," pungkas Sri Mulyani.
Pemerintah Indonesia akan terus berupaya menjaga stabilitas ekonomi dan mencari peluang untuk mendorong pertumbuhan di tengah ketidakpastian global yang meningkat.