Kepergian Hamzah Raminten: Yogyakarta Kehilangan Sosok Pengusaha dan Seniman yang Peduli Kaum Marginal
Yogyakarta berduka. Seniman dan pengusaha terkemuka, Hamzah Sulaiman, yang lebih dikenal dengan tokoh Raminten, menghembuskan nafas terakhirnya pada Rabu (23/4/2025) malam. Jenazahnya disemayamkan di PUKJ, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebelum dikremasi pada Sabtu (26/4/2025).
Nama Hamzah Sulaiman dikenal luas melalui berbagai lini usaha yang sukses ia bangun, seperti Hamzah Batik, House of Raminten, dan Oleh-oleh Raminten. Namun, di balik kesuksesan bisnisnya, tersembunyi jiwa seni yang mendalam. Peran Raminten yang melekat erat padanya berawal dari panggung ketoprak, kemudian berkembang menjadi sebuah ikon yang tak terpisahkan dari identitasnya.
Bentuk ekspresi keseniannya semakin nyata dengan didirikannya Raminten Cabaret Show di Hamzah Batik Malioboro. Pertunjukan ini bukan sekadar hiburan, melainkan wujud nyata kepedulian Hamzah terhadap kelompok-kelompok marginal. Budayawan Butet Kartaredjasa mengungkapkan bahwa Hamzah adalah sosok yang memiliki kepedulian mendalam terhadap kaum marjinal.
"Pak Hamzah itu marjinalnya berlapis-lapis, tapi dia pede orang tidak perlu minder suatu kepedulian yang baik," ungkap Butet, menggambarkan bagaimana Hamzah mampu membangkitkan rasa percaya diri pada mereka yang seringkali terpinggirkan. Cabaret show yang diinisiasinya, menurut Butet, menjadi wadah bagi kaum marjinal untuk berekspresi dan menunjukkan eksistensi diri.
Butet juga menambahkan bahwa karakter Raminten yang diperankan Hamzah adalah representasi dari kepercayaan diri dan upaya membangun eksistensi diri. "Dia memiliki sikap yang baik, tidak rendah diri. Itu bisa dijadikan tauladan bahwa punya kepercayaan diri, penting bisa berprestasi," ujarnya.
Pengamat Seni Yogyakarta, Kuss Indarto, memiliki kenangan tersendiri tentang Hamzah. Ia bercerita bagaimana Hamzah pernah memfasilitasi pameran yang diadakan oleh paguyuban kartunis Yogyakarta (Pak Yo) di restorannya di Jalan Kaliurang. "Itu difasilitasi betul, kami datang makan enak gratis dan itu beberapa kali, dan saya kira itu komitmennya bagus," kenang Kuss.
Kuss menilai bahwa Hamzah berhasil menciptakan ikon-ikon yang mewarnai dinamika Kota Yogyakarta, salah satunya adalah Raminten. Ikon ini, menurutnya, memiliki nilai kultural yang tinggi dan melekat kuat di benak para wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. "Raminten itu toko souvenir dan itu sangat kuat ingatan publik ketika orang datang ke Jogja," kata Kuss.
Lebih lanjut, Kuss menjelaskan bahwa cabaret show yang diinisiasi oleh Hamzah menjadi bukti bahwa Yogyakarta dibangun dengan konsep Keraton, Kampus, Kelompok, dan Kampung. Melalui pertunjukan tersebut, Hamzah mampu merangkul kelompok-kelompok marginal, termasuk komunitas LGBT, dengan penuh empati dan fasilitas.
"Komunitas atau kelompok marjinal itu entah itu disebut LGBT dan lain-lain, betul-betul dirangkul dengan empatik dan difasilitasi. Dan itu sulit terjadi di kota lain, disini kan tantangannya banyak kelompok lain bersebrangan tapi ini bisa," pungkas Kuss, menggambarkan bagaimana Hamzah mampu menjembatani perbedaan dan menciptakan ruang bagi semua kalangan di Yogyakarta. Kepergian Hamzah Sulaiman meninggalkan duka mendalam bagi dunia seni dan budaya Yogyakarta, namun semangat dan kepeduliannya akan terus dikenang dan menjadi inspirasi.