Umat Katolik Semarang Gelar Misa Requiem: Kenangan akan Paus Fransiskus dan Nilai-Nilai Kemanusiaan

Kota Semarang berduka. Gereja Katedral di Jalan Pandanaran menjadi pusat perkabungan bagi umat Katolik yang kehilangan sosok pemimpin spiritual, Paus Fransiskus. Ratusan umat dengan khusyuk mengikuti Misa Requiem yang diadakan pada hari Rabu, 23 April 2024, untuk mengenang dan mendoakan mendiang Bapa Suci.

Suasana khidmat terasa di setiap sudut Katedral. Altar dihiasi dengan rangkaian bunga putih dan lilin-lilin yang menyala, sementara foto besar Paus Fransiskus terpampang di tengah, seolah hadir di tengah-tengah umat yang berduka. Uskup Keuskupan Agung Semarang, Mgr Robertus Rubiyatmoko, memimpin jalannya misa dan menyampaikan ungkapan duka yang mendalam atas kepergian Paus Fransiskus.

"Pada hari ini, Keuskupan Agung Semarang menyelenggarakan Misa Requiem di Katedral Semarang," ujar Mgr Rubiyatmoko. "Tidak hanya di sini, tetapi juga di seluruh paroki, misa serupa diadakan sebagai wujud doa dan penghormatan kepada Bapa Suci Paus Fransiskus. Doa ini kami panjatkan untuk kebahagiaan abadinya, serta untuk kesejahteraan gereja yang sangat dicintainya."

Menurut Uskup Rubiyatmoko, Misa Requiem ini merupakan kesempatan untuk mengenang kembali ajaran-ajaran Paus Fransiskus yang telah memberikan inspirasi bagi umat Katolik di seluruh dunia. Ia menekankan pentingnya mengaplikasikan keteladanan hidup Paus Fransiskus dalam kehidupan sehari-hari.

"Paus Fransiskus adalah sosok pemimpin yang rendah hati, memiliki kepedulian yang besar terhadap kelompok-kelompok marginal, dan senantiasa membawa pesan damai," tuturnya. Uskup Rubiyatmoko juga menyoroti nilai-nilai toleransi yang selalu diajarkan oleh Paus Fransiskus melalui tindakan dan perkataannya.

"Kemurahan hati Paus Fransiskus sangat luar biasa. Beliau memiliki hati yang tulus bagi sesama, terutama bagi mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, tertindas, dan mereka yang menderita akibat peperangan," imbuhnya.

Uskup Rubiyatmoko juga mengenang kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada bulan September tahun sebelumnya. Menurutnya, kunjungan tersebut membawa dampak positif dalam menumbuhkan nilai-nilai kesederhanaan dan toleransi antar umat beragama.

"Saat berkunjung ke Indonesia, beliau tidak merasa takut kepada siapapun. Beliau memilih menggunakan kendaraan umum dan terbuka untuk menyapa siapapun yang ditemuinya. Hal ini menunjukkan bahwa beliau adalah pribadi yang sangat bebas dan terbuka, yang menganggap semua orang sebagai saudara," kenang Uskup Rubiyatmoko.

Ia mengajak seluruh umat Katolik untuk terus mendoakan Paus Fransiskus dan meneladani nilai-nilai luhur yang telah diajarkannya.

"Kunjungan Paus ke Indonesia tahun lalu sangat mengharukan dan menjadi berkat tersendiri bagi kami semua," pungkasnya.

Noviana Dibyantari, salah seorang umat yang hadir dalam Misa Requiem, mengungkapkan kesedihan mendalam atas kepergian Paus Fransiskus. Baginya, Paus adalah figur pemimpin yang sangat perhatian terhadap umat, terutama para penyandang disabilitas.

"Saya percaya bahwa Paus telah diberikan waktu, tempat, dan kondisi yang terbaik, karena kehidupan beliau yang luar biasa. Beliau memberikan perhatian yang besar dan memiliki hati yang tulus untuk teman-teman penyandang disabilitas yang beliau temui," ujar Noviana.

Noviana juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Paus Fransiskus atas ajaran dan nilai-nilai yang telah beliau sebarkan.

"Ini tentunya menjadi sebuah apresiasi bagi kami, para pejuang difabel di manapun berada. Mari kita bersama-sama mendoakan Paus, agar beliau menjadi pendoa kita dalam peziarahan kita kembali kepada Tuhan," tutupnya.