Kisah Arbami: 25 Tahun Berjuang Melawan Kelumpuhan di Tengah Keterbatasan dan Minimnya Uluran Tangan

Di sebuah gubuk reyot di Desa Beringin, Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Arbami menghabiskan hari-harinya. Sudah seperempat abad berlalu sejak kelumpuhan melumpuhkan tubuhnya, merenggut kemampuannya untuk bergerak dan beraktivitas. Wajahnya memancarkan kesedihan mendalam, tatapannya kosong, seolah menyimpan trauma yang tak terungkapkan. Komunikasi menjadi tantangan tersendiri, menambah lapisan kesulitan dalam kehidupannya.

Hujan dan panas terik menjadi teman setia Arbami, menemani hari-harinya di atas alas bambu yang menjadi tempatnya berbaring. Tak ada obat yang mampu menyembuhkan kelumpuhannya. Mastuya, sang adik, menjadi satu-satunya harapan di tengah keterbatasan ekonomi. Suami Mastuya bekerja serabutan dengan kondisi pendengaran yang terganggu, ditambah tanggung jawab menghidupi empat anak, membuat upaya memberikan perawatan yang layak bagi Arbami menjadi sangat sulit.

Keterbatasan dan Ketiadaan Bantuan

Arbami hidup sebatang kara setelah ditinggal wafat suaminya. Mastuya, dengan segala keterbatasannya, berusaha merawat sang kakak. Namun, kondisi ekonomi yang serba kekurangan membuat Mastuya tak mampu berbuat banyak untuk kesembuhan Arbami. Jangankan biaya pengobatan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sangat sulit.

"Dia berak, kencing ya sering di situ (gubuk). Mau bagaimana lagi, kakak saya memang sudah tidak bisa berjalan," ungkap Mastuya dengan nada pasrah.

Ironisnya, keluarga Arbami luput dari perhatian pemerintah. Bantuan sosial yang seharusnya menjadi hak mereka tak kunjung datang, kecuali saat pandemi Covid-19 di mana mereka menerima bantuan sebesar Rp 300.000. Setelah itu, tak ada lagi uluran tangan yang menghampiri.

Gubuk kecil yang menjadi tempat tinggal Arbami sangat memprihatinkan. Kondisinya tidak layak huni, panas di kala terik dan dingin saat hujan deras menerjang. Arbami tidak pernah menerima bantuan perbaikan rumah (RTLH) atau bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS).

Laziznu PC NU Sumenep Turun Tangan

Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (Laziznu) Pengurus Cabang NU Sumenep melakukan penelusuran dan menemukan fakta bahwa Arbami dan Mastuya memang tidak pernah menerima bantuan dari pemerintah. Quraisyi, perwakilan Laziznu PC NU Sumenep, menyayangkan kondisi tersebut dan menilai seharusnya pemerintah hadir untuk memenuhi kebutuhan dasar Arbami.

Laziznu PC NU Sumenep memberikan bantuan berupa sembako, 4 ekor ayam, dan uang tunai. Mereka juga berupaya mengomunikasikan kondisi Arbami kepada pemerintah desa, dinas sosial, dan pendamping PKH. Selain itu, Laziznu juga sempat memberikan terapi ala tibbun nabawi yang menunjukkan respons positif, namun membutuhkan pendampingan dan latihan fisik rutin.

Kisah Arbami adalah potret buram tentang masih adanya warga yang hidup dalam keterbatasan dan minimnya perhatian dari pemerintah. Uluran tangan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk meringankan beban hidup Arbami dan memberikan harapan akan masa depan yang lebih baik.

Berikut adalah beberapa poin penting:

  • Arbami mengalami lumpuh selama 25 tahun dan hidup dalam kondisi memprihatinkan.
  • Keluarga Arbami luput dari perhatian pemerintah dan tidak menerima bantuan sosial yang memadai.
  • Laziznu PC NU Sumenep memberikan bantuan dan berupaya mengomunikasikan kondisi Arbami kepada pihak terkait.
  • Kisah Arbami menjadi pengingat tentang pentingnya perhatian dan bantuan bagi warga yang membutuhkan.