Dokter Konsulen di Palembang Dinonaktifkan Usai Diduga Lakukan Kekerasan Terhadap Residen

Kasus dugaan kekerasan yang menimpa seorang dokter residen anestesi di Palembang memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Insiden ini melibatkan seorang konsulen senior berinisial YS, yang diduga melakukan tindakan kekerasan terhadap dokter residen yang tengah bertugas.

Menanggapi laporan tersebut, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri) mengambil tindakan tegas dengan menonaktifkan dokter YS dari tugasnya sebagai konsulen. Keputusan ini diambil berdasarkan rekam jejak yang bersangkutan, yang dinilai kurang baik selama berinteraksi dengan para peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Unsri, Irfanuddin, menjelaskan bahwa dokter YS sebelumnya telah beberapa kali dilaporkan melakukan tindakan kekerasan, baik verbal maupun non-verbal, terhadap dokter residen lainnya. Hal ini menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan penonaktifan.

"Direktur RSUP Mohammad Hoesin telah mengeluarkan surat penonaktifan pada hari Selasa kemarin. Kami juga telah mengeluarkan instruksi sejak hari Senin, yang melarang yang bersangkutan berinteraksi dengan siswa PPDS," ungkap Irfanuddin dalam konferensi pers di Palembang, Rabu (23/4).

Irfanuddin juga menyinggung mengenai tekanan kerja yang tinggi di lingkungan Intensive Care Unit (ICU), tempat kejadian perkara. Ia mengakui bahwa pelayanan di ICU membutuhkan kesiapan fisik dan mental yang prima. Tekanan untuk memberikan pelayanan yang sempurna dan tanpa kesalahan sedikit pun, menurutnya, dapat menjadi faktor pemicu stres bagi para tenaga medis, termasuk konsulen.

"Pelayanan ICU itu butuh kesiapan fisik luar biasa. Kadang kala mungkin konsulen ini mengalami kelelahan fisik yang luar biasa. Di samping itu juga kelelahan mental. Kalau di ICU itu tidak boleh ada kesalahan sedikit pun. Harus sempurna," ujarnya.

Lebih lanjut, Irfanuddin menjelaskan bahwa kondisi dokter residen yang menjadi korban, berinisial S, saat ini telah membaik dan yang bersangkutan telah kembali bertugas di ICU RSUP Mohammad Hoesin Palembang.

"Sudah ada laporan Kaprodi, bahwa siswa S sudah melaksanakan kerja seperti biasa. Secara visum ada benturan lebam, namun sekarang sudah pulih," jelasnya.

Kasus ini menjadi sorotan tajam dan memicu perdebatan mengenai budaya kekerasan di lingkungan pendidikan kedokteran. Banyak pihak menyerukan adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan PPDS, serta peningkatan pengawasan dan perlindungan terhadap dokter residen.

Berikut adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Penonaktifan Konsulen: Dokter YS dinonaktifkan dari tugasnya sebagai konsulen di Fakultas Kedokteran Unsri dan RSUP Mohammad Hoesin Palembang.
  • Rekam Jejak: Dokter YS sebelumnya telah dilaporkan melakukan tindakan kekerasan terhadap dokter residen lainnya.
  • Tekanan Kerja: Tekanan kerja yang tinggi di lingkungan ICU diduga menjadi faktor pemicu tindakan kekerasan.
  • Kondisi Korban: Dokter residen yang menjadi korban telah pulih dan kembali bertugas.
  • Evaluasi Sistem: Kasus ini memicu seruan untuk evaluasi sistem pendidikan PPDS dan peningkatan perlindungan terhadap dokter residen.