Pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak: Konsekuensi Pelanggaran Izin dan Dampak Lingkungan
Pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak: Konsekuensi Pelanggaran Izin dan Dampak Lingkungan
Bencana banjir yang melanda Puncak Bogor, Bekasi, dan Karawang pada Minggu, 2 Maret 2025, menjadi pemicu utama penindakan tegas terhadap sejumlah bangunan yang dinilai berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah Hibisc Fantasy Puncak, sebuah objek wisata yang akhirnya dibongkar oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat atas instruksi Gubernur Dedi Mulyadi. Keputusan ini diambil setelah ditemukannya sejumlah pelanggaran, terutama terkait izin bangunan dan dampak lingkungan yang signifikan.
Gubernur Dedi Mulyadi menekankan bahwa penanganan banjir di Jawa Barat harus dimulai dari hulu, yakni di kawasan Puncak. Ia berpendapat bahwa pemulihan fungsi hutan sebagai penahan banjir menjadi prioritas utama. Pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak menjadi langkah nyata dalam mengembalikan fungsi ekologis kawasan tersebut. Bangunan yang kokoh dan membutuhkan biaya besar untuk dibongkar, ditegaskan oleh Gubernur, tetap akan dirobohkan sebagai contoh bagi pelaku usaha lainnya yang mengabaikan aturan.
Pelanggaran Izin dan Dampak Lingkungan
Hibisc Fantasy Puncak, yang dikelola oleh PT Jaswita Lestari Jaya (JLJ), anak perusahaan BUMD Jawa Barat, PT Jaswita, terbukti telah melanggar izin bangunan. Izin yang diajukan hanya seluas 4.800 meter persegi, namun luas lahan yang digunakan saat beroperasi mencapai 15.000 meter persegi, tiga kali lipat dari yang diizinkan. Peringatan dan kesempatan pembongkaran mandiri telah diberikan sebelumnya oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dan Satpol PP Jawa Barat, namun tidak diindahkan. Hal ini menunjukkan kurangnya kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
Selain pelanggaran izin, pembangunan Hibisc Fantasy Puncak juga berdampak buruk pada lingkungan sekitar. Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan bahwa pembangunan tersebut telah mengubah struktur alam di Puncak Bogor, yang berakibat pada peningkatan kerentanan terhadap bencana banjir. Pembangunan yang dilakukan tanpa kajian lingkungan yang memadai telah mengganggu keseimbangan ekosistem dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan. Pemprov Jabar bertekad untuk mengembalikan wilayah Puncak Bogor sebagai daerah resapan air yang efektif.
Tanggapan Pihak Pengelola dan Sanksi Tegas
Direktur PT JLJ, Angga Kusnan, membantah penggunaan lahan seluas 15.000 meter persegi untuk bangunan wahana. Ia menjelaskan bahwa lahan tersebut mencakup area parkir, ruang terbuka hijau, dan lain sebagainya. Ia juga menyatakan bahwa sebagian besar wahana telah memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), kecuali tiga wahana yang masih dalam proses perizinan. Meskipun demikian, fakta bahwa luas bangunan jauh melampaui izin yang diberikan tetap menjadi pelanggaran yang fatal.
Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak menjadi contoh bagi pengelola wisata lainnya di Jawa Barat. Ia menyinggung pembangunan ekowisata Eiger Adventure Land yang juga memiliki permasalahan izin dan dampak lingkungan yang merugikan. Gubernur juga menuntut akuntabilitas dari pihak yang mengeluarkan izin pembangunan tersebut, dan akan berkoordinasi dengan Bupati Bogor untuk menindaklanjuti hal ini. Keputusan untuk membongkar Hibisc Fantasy Puncak, termasuk penggantian biaya investasi yang telah dikeluarkan oleh PT JLJ, menunjukkan komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menegakkan aturan dan melindungi lingkungan.
Kesimpulan
Kasus pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak menjadi pelajaran penting tentang pentingnya kepatuhan terhadap regulasi dan pertimbangan dampak lingkungan dalam pembangunan. Tindakan tegas yang diambil oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat mencegah kejadian serupa di masa mendatang dan melindungi kawasan Puncak Bogor dari kerusakan lingkungan lebih lanjut. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengedepankan keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat.