Investigasi Keracunan Massal Program Makan Bergizi Gratis Terhambat Prosedur Pembersihan
Investigasi Keracunan Program Makan Bergizi Gratis Terhambat Prosedur Pembersihan
Kasus keracunan massal yang menimpa puluhan siswa di Cianjur setelah mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi sorotan tajam. Namun, upaya investigasi untuk mengungkap penyebab pasti keracunan tersebut menemui kendala serius akibat prosedur pembersihan yang tidak sesuai standar.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa pihaknya kesulitan mengidentifikasi sumber kontaminasi makanan karena sisa-sisa makanan yang diduga menjadi penyebab keracunan telah dibersihkan oleh pihak sekolah sebelum tim investigasi tiba di lokasi. Tindakan ini menghilangkan peluang untuk mengambil sampel makanan yang krusial dalam proses analisis laboratorium.
"Kami mengalami kendala saat melakukan pengecekan di lapangan. Sisa makanan yang seharusnya menjadi barang bukti penting untuk dianalisis, sayangnya sudah dibersihkan oleh pihak sekolah. Akibatnya, kami tidak dapat mengambil sampel untuk mengidentifikasi penyebab keracunan," ujar Dadan saat ditemui di Jakarta.
Menyikapi permasalahan ini, BGN segera mengambil langkah antisipatif dengan memperketat Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait penanganan sisa makanan dalam program MBG. Dalam SOP yang baru, ditegaskan bahwa sisa makanan tidak boleh dibersihkan di sekolah, melainkan harus dibawa ke Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk penanganan lebih lanjut.
Selain kendala dalam pengambilan sampel makanan, Dadan juga menyampaikan dua rekomendasi penting kepada pengelola program MBG, termasuk kepala SPPG. Pertama, ia menekankan perlunya penggantian food tray yang saat ini masih menggunakan bahan plastik. Penggunaan wadah plastik diduga dapat menjadi sumber kontaminasi makanan.
Kedua, BGN merekomendasikan adanya pemisahan alur proses antara barang masuk dan barang keluar dalam sistem logistik program MBG. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antara bahan makanan yang baru datang dengan sisa makanan yang berpotensi mengandung bakteri atau zat berbahaya.
Kasus keracunan di Cianjur menambah daftar panjang insiden serupa yang terjadi sejak program MBG diluncurkan pada awal tahun 2025. Data menunjukkan setidaknya ada tujuh kasus dugaan keracunan makanan yang terkait dengan program ini. Kondisi ini memicu kekhawatiran dan kritik dari berbagai pihak, termasuk anggota Komisi IX DPR RI.
Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyatakan keprihatinannya atas berulangnya kasus keracunan dalam program MBG. Ia menilai bahwa kejadian ini mengindikasikan adanya permasalahan serius dalam implementasi program di lapangan. Nurhadi menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap program MBG untuk memastikan keamanan dan kualitas makanan yang dikonsumsi oleh anak-anak sekolah.
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI lainnya, Netty Prasetiyani, menyoroti tidak hanya kasus keracunan, tetapi juga dugaan penggelapan dana dalam pengadaan program MBG di wilayah Kalibata, Jakarta. Ia mendesak BGN untuk melakukan investigasi mendalam terhadap seluruh aspek program MBG, mulai dari penyediaan bahan makanan, proses pengolahan, hingga distribusi makanan kepada siswa.
"Proses pengelolaan program MBG dari hulu hingga hilir harus dilakukan dengan sebaik mungkin untuk meminimalkan risiko yang terjadi, seperti kasus keracunan makanan atau masalah pembayaran," tegas Netty.
BGN diharapkan dapat segera menyelesaikan investigasi kasus keracunan di Cianjur dan mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Keamanan dan kesehatan anak-anak sekolah harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis.