PDI-P Menilai Penetapan Tersangka Hasto Kristiyanto Bermuatan Politis
Ketua DPP PDI-P, Ronny Talapessy, menyampaikan keyakinannya bahwa kasus yang menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto, terkait dugaan suap dan penghalangan penyidikan terhadap Harun Masiku, merupakan pesanan politik. Pernyataan ini diungkapkan Ronny usai menghadiri sidang yang berkaitan dengan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, pada Kamis (24/4/2025).
Ronny menjelaskan bahwa keyakinan ini didasarkan pada perbandingan antara berita acara pemeriksaan (BAP) Hasto dengan BAP kasus Harun Masiku yang sudah berkekuatan hukum tetap sejak beberapa tahun lalu. Menurutnya, kedua BAP tersebut memiliki kesamaan yang mencolok.
"Setelah saya mempelajari BAP tahun 2020-2025, saya bandingkan dengan BAP Tio (mantan anggota Bawaslu) yang diperiksa, itu sama persis. Artinya apa? Kasus ini adalah kasus daur ulang, kasus pesanan politik yang sebenarnya sudah diputuskan dan tidak ada kaitannya dengan Pak Hasto Kristiyanto," tegas Ronny.
Lebih lanjut, Ronny menuding adanya pihak-pihak yang sengaja memprovokasi dengan mengenakan atribut dukungan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, di luar gedung Tipikor, Ronny mengklaim adanya massa bayaran yang menuntut penangkapan Hasto.
"Ini artinya kasus ini adalah kasus politik dengan kedok penegakan hukum korupsi. Ini adalah kasus politik yang dipaksakan karena terbukti banyak yang memiliki kepentingan," ujarnya.
Ronny juga menekankan bahwa persidangan terkait kasus ini telah berkekuatan hukum tetap sejak 2020 dan tidak ada kaitannya dengan Sekjen Hasto. Ia menegaskan bahwa hingga saat ini, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa uang suap berasal dari Hasto. Ia juga meminta agar publik tidak terjebak dalam framing yang dibangun. Ia menambahkan bahwa PDI-P memiliki hak untuk mengajukan nama dalam organisasi berdasarkan putusan Mahkamah Agung.
Sebelumnya, pada Februari 2025, Hasto Kristiyanto sempat memberikan keterangan pers setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap dan obstruction of justice terhadap Harun Masiku, seorang mantan kader PDI-P. Hasto menyatakan bahwa kasus yang menimpanya merupakan bentuk kriminalisasi hukum.
"Pada hari ini, setelah cukup lama berdiam diri, melakukan perenungan terhadap berbagai bentuk kriminalisasi hukum yang ditujukan kepada saya, maka tibalah saatnya untuk memberikan penjelasan kepada seluruh masyarakat Indonesia dengan sebenar-benarnya," kata Hasto dalam jumpa pers di kantor PDI-P, Jakarta, Selasa (18/2).
Hasto juga menyinggung adanya kepentingan politik kekuasaan di balik kasus yang menimpanya. Ia mengklaim bahwa berdasarkan kajian hukum dari berbagai ahli, tidak ditemukan fakta hukum yang mendasari penetapannya sebagai tersangka.
"Apa yang menimpa saya tidak terlepas dari kepentingan politik kekuasaan. Mengapa? Sebab banyak pakar hukum yang telah melakukan kajian, bahkan suatu eksaminasi hukum dan FGD terhadap putusan atas nama Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, dan Saiful Bahri," tuturnya.
"Dalam eksaminasi tersebut, nyata-nyata tidak ditemukan suatu fakta hukum atas penetapan saya sebagai tersangka, baik kasus suap maupun suatu tindakan melakukan obstruction of justice," imbuh Hasto.