Ashanty Jalani Puasa Ekstrem 120 Jam: Tinjauan Medis dan Potensi Manfaatnya

Artis Ashanty baru-baru ini membagikan pengalamannya menjalani prolonged fasting, atau puasa panjang, selama 120 jam, yang memicu perbincangan mengenai manfaat dan risiko praktik ini. Pengalaman tersebut dibagikan melalui akun Instagram pribadinya, Ashanty menjelaskan detail regimen puasanya.

Dalam unggahannya, Ashanty mengungkapkan bahwa selama 120 jam tersebut, ia hanya mengonsumsi teh hijau tanpa kalori dan air putih minimal dua liter sehari. Ia juga menambahkan asupan air garam sekitar setengah liter, sehingga total cairan yang dikonsumsi mencapai 2,5 liter per hari. Ashanty mengaku tidak merasa terbebani selama menjalani puasa ini dan menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan secara keseluruhan. Ia juga menyebutkan bahwa puasa panjang ini membantu mengatasi moon face, efek samping dari konsumsi obat steroid yang sebelumnya rutin ia gunakan untuk mengatasi penyakit autoimun yang dideritanya. Ia berhenti mengonsumsi obat steroid dan menggantinya dengan metode puasa ini.

Praktik prolonged fasting sendiri masih menjadi topik yang diperdebatkan di kalangan medis. Meskipun ada potensi manfaat, tidak semua orang dianjurkan untuk melakukannya. Dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi, Sp.GK, seorang dokter spesialis gizi klinis, menjelaskan bahwa prolonged fasting mirip dengan puasa intermiten, yaitu puasa yang berlangsung lebih dari 14 jam. Menurutnya, puasa yang dilakukan Ashanty berpotensi memberikan manfaat kesehatan karena dapat mengurangi respons peradangan dalam tubuh.

"Tujuan prolonged fasting adalah membatasi waktu makan dan meningkatkan produksi benda keton, sehingga tubuh akan menurunkan respons peradangan," jelas dr. Nurul. Benda keton merupakan hasil akhir dari metabolisme lemak yang dapat digunakan sebagai sumber energi oleh tubuh. Peningkatan produksi benda keton terjadi karena adanya pembakaran cadangan glukosa dan pemanfaatan cadangan lemak.

Kondisi ini dapat memberikan manfaat seperti penurunan berat badan dan efek anti-aging, yang membantu memperlambat proses penuaan. Namun, dr. Nurul menekankan bahwa prolonged fasting tidak cocok untuk semua orang. Individu dengan kondisi medis tertentu, seperti diabetes yang tidak terkontrol, gangguan ginjal, gangguan hati, masalah lambung, atau komorbid berat lainnya, sebaiknya menghindari metode ini. Ia juga mengingatkan bahwa dasar ilmiah dari prolonged fasting masih belum sepenuhnya konklusif berdasarkan penelitian yang ada. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu sebelum mencoba metode ini.

Secara keseluruhan, pengalaman Ashanty menjalani puasa 120 jam memberikan gambaran tentang potensi manfaat dan risiko prolonged fasting. Meskipun ia merasakan manfaatnya, penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki kondisi kesehatan yang berbeda dan respons tubuh terhadap puasa dapat bervariasi. Konsultasi dengan dokter atau ahli gizi sangat dianjurkan sebelum memutuskan untuk mencoba metode puasa ekstrem ini.