Wawali Surabaya Tindak Tegas Praktik Diskriminasi Ibadah dan Pelanggaran Ketenagakerjaan di Toko Tekstil

Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, mengambil tindakan tegas terhadap sebuah toko tekstil di Jalan Basuki Rahmat, Kecamatan Genteng, yang diduga melakukan praktik diskriminasi terhadap karyawan dalam menjalankan ibadah Shalat Jumat dan melanggar aturan ketenagakerjaan.

Kejadian ini bermula dari aduan seorang karyawan toko D'Fashion Textile and Tailor bernama Johan ke rumah aspirasi. Johan mengeluhkan jam kerja yang mencapai 12 jam dan sistem penggilirian Shalat Jumat yang diterapkan oleh pihak toko. Merespon aduan tersebut, Armuji langsung turun tangan melakukan inspeksi mendadak ke toko tersebut.

"Karyawan datang ke rumah aspirasi dan menyampaikan keluhan terkait jam kerja yang panjang dan sistem penggilirian Shalat Jumat," ujar Armuji.

Saat dikonfirmasi di lokasi, Armuji mendapati bahwa pihak toko menerapkan sistem penggilirian Shalat Jumat dengan membagi karyawan menjadi Grup A dan Grup B. Grup A bertugas melaksanakan Shalat Jumat, sementara Grup B bertugas menjaga toko. Praktik ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip kebebasan beragama dan beribadah.

Armuji menegaskan bahwa pihak toko seharusnya memaksimalkan peran karyawan lain yang tidak menjalankan Shalat Jumat, mengingat jumlah karyawan yang mencapai 30 orang. Ia juga menyayangkan alasan pihak toko yang menyatakan bahwa penggilirian dilakukan karena tidak ada yang menjaga toko saat Shalat Jumat.

"Karyawan di sini kan ada perempuannya, terus ada agama lain yang tidak shalat, tidak boleh digilir itu," tegas Armuji.

Pemilik toko, seorang pengusaha asal India, sempat mengklaim telah membangun musala di atas toko. Namun, Armuji menjelaskan bahwa Shalat Jumat seharusnya dilaksanakan di masjid dengan rangkaian ibadah yang lengkap, termasuk khutbah, ceramah, dan jamaah.

"Soalnya kan ada yang khutbah, ceramah, jamaah, enggak boleh sendiri-sendiri," jelasnya.

Selain masalah penggilirian Shalat Jumat, Armuji juga menemukan indikasi pelanggaran lain, yaitu pemberian gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR) dan belum semua karyawan terdaftar dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Ia juga menyoroti jam kerja yang mencapai 12 jam, bahkan saat lembur, tanpa memperhatikan hak-hak karyawan.

"Meskipun yang lembur juga begitu, enggak boleh kerja sampai 12 jam itu. Kalau mau (berlakukan) lembur tanya orangnya (karyawan) mau apa enggak, nanti gajinya ya beda," pungkasnya.

Armuji mengimbau kepada seluruh pengusaha di Surabaya untuk menghormati hak-hak karyawan, termasuk hak untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinan dan mendapatkan upah yang layak sesuai dengan peraturan yang berlaku.