Umat Katolik Gaza Berduka atas Wafatnya Paus Fransiskus: 'Kami Merasa Yatim Piatu'

Kabar duka menyelimuti komunitas Katolik di Gaza. Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia, telah berpulang. Kepergiannya meninggalkan kesedihan mendalam bagi umat Katolik di seluruh dunia, tak terkecuali bagi mereka yang berada di tengah konflik berkecamuk di Gaza.

Umat Katolik di Gaza merasakan kehilangan yang mendalam atas meninggalnya Paus Fransiskus. Bagi mereka, Paus bukan hanya seorang pemimpin agama, tetapi juga sosok ayah yang selalu hadir memberikan dukungan dan kekuatan di tengah kesulitan. Panggilan telepon harian yang dilakukan Paus Fransiskus ke paroki Gereja Keluarga Kudus di Gaza menjadi sumber penghiburan dan harapan bagi umat di sana.

George Antone, kepala komite darurat Gereja Katolik di Gaza, mengungkapkan kesedihannya atas kepergian Paus Fransiskus. Ia mengenang kata-kata terakhir Paus yang penuh kasih dan dukungan, "Saya memberkatimu. Jangan takut, saya menyertaimu. Tetaplah sehat dan tetaplah teguh dalam imanmu." Antone mengatakan bahwa perkataan Paus Fransiskus menghapus rasa takut dari hati mereka dan menanamkan rasa aman.

Panggilan telepon harian Paus Fransiskus kepada umat paroki Gereja Keluarga Kudus di Gaza menjadi sangat penting selama perang yang sedang berkecamuk. Ia berbicara langsung dengan Pastor Gabriel Romanelli dan anggota komunitas Katolik lainnya. Melalui panggilan telepon tersebut, Paus Fransiskus menanyakan kabar, kebutuhan, dan kesehatan mereka. Ia juga memberikan berkat dan dukungan spiritual.

Pastor Gabriel Romanelli mengatakan bahwa percakapan terakhirnya dengan Paus Fransiskus terjadi pada Sabtu Suci saat malam Paskah. Paus Fransiskus mengucapkan terima kasih atas pengabdian mereka dan atas doa-doa mereka kepadanya, serta memberkati mereka. Pastor Gabriel menambahkan bahwa kabar kematian Paus "datang sebagai kejutan dan kesedihan", terutama karena komunikasi sehari-hari mereka telah menjadi penyelamat bagi komunitas Katolik yang kecil itu.

Umat Kristen di Gaza, yang jumlahnya tak lebih dari 1.100 orang di komunitas Ortodoks Yunani dan Katolik di wilayah tersebut, mewakili 0,05% dari total populasi Gaza. Kematian Paus Fransiskus menjadi pukulan bagi mereka. Musa Ayyad, pengungsi Kristen yang berlindung di Gereja Santo Prophyrius mengatakan bahwa kabar kematian Paus Fransiskus "seperti petir".

Selain duka, ada rasa cemas yang kian tebal di kalangan umat Kristen Gaza. Ehab Eyyad, yang mengungsi dan berlindung di Gereja Keluarga Kudus, berkata: "Kami belum tahu siapa paus baru nanti. Apakah dia peduli kepada kami sebagaimana Paus peduli pada rakyat Gaza, atau apakah kami akan dilupakan?"

Presiden Israel Isaac Herzog menggambarkan Paus Fransiskus sebagai "pria dengan iman yang dalam dan kasih sayang yang tak terbatas", yang "mengabdikan hidupnya untuk mengangkat derajat kaum miskin dan menyerukan perdamaian di dunia yang bermasalah".

Kepergian Paus Fransiskus meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi Gereja Katolik dan dunia. Ia dikenang sebagai sosok pemimpin yang rendah hati, penuh kasih, dan berdedikasi untuk membela kaum miskin dan tertindas. Umat Katolik di Gaza akan selalu mengenang Paus Fransiskus sebagai "seorang ayah yang luar biasa" yang selalu hadir memberikan dukungan dan harapan di tengah kesulitan.