Perbedaan Pendapat Tajam Muncul Antara Trump dan Zelensky Terkait Status Krimea

Gelombang ketegangan baru menyelimuti hubungan antara Amerika Serikat dan Ukraina, dipicu oleh perbedaan pandangan yang signifikan mengenai solusi untuk konflik yang sedang berlangsung dengan Rusia. Perselisihan ini berpusat pada proposal perdamaian yang diinisiasi oleh Amerika Serikat, yang ternyata menjadi sumber pertentangan yang serius antara Presiden Donald Trump dan Presiden Volodymyr Zelensky.

Isu krusial yang menjadi batu sandungan adalah status Krimea, wilayah yang dianeksasi oleh Rusia. Proposal perdamaian yang diajukan oleh Washington secara implisit meminta pengakuan atas pendudukan Rusia di Krimea, sebuah poin yang ditolak mentah-mentah oleh Ukraina. Sikap ini dipertegas oleh Zelensky melalui pernyataan publik yang menekankan bahwa Ukraina tidak akan pernah menyerahkan kedaulatannya atas Krimea.

Penolakan Ukraina terhadap proposal tersebut didasarkan pada prinsip integritas teritorial dan penegakan hukum internasional. Zelensky merujuk pada deklarasi sebelumnya dari pemerintahan Trump pada tahun 2018 yang menolak aneksasi Rusia atas Krimea dan berjanji untuk mempertahankan kebijakan tersebut sampai integritas teritorial Ukraina dipulihkan sepenuhnya. Pernyataan ini menjadi dasar bagi posisi Ukraina yang teguh dan tidak berkompromi.

Menanggapi penolakan Ukraina, Trump menyatakan pandangan yang kontras, dengan menyatakan bahwa Krimea telah "hilang" dan tidak lagi relevan untuk diperdebatkan dalam konteks upaya perdamaian. Komentar ini semakin memperburuk hubungan yang sudah tegang antara kedua negara.

Zelensky, dalam tanggapannya, menekankan bahwa Ukraina akan terus bertindak sesuai dengan konstitusinya dan berharap dukungan dari mitra internasional, terutama Amerika Serikat. Ia menyatakan keyakinannya bahwa mitra-mitra Ukraina akan menghormati keputusan negaranya untuk mempertahankan integritas teritorialnya.

Trump merespons dengan memperingatkan bahwa desakan Ukraina untuk mempertahankan Krimea hanya akan memperpanjang konflik dan menyebabkan lebih banyak pertumpahan darah. Ia berpendapat bahwa fokus harus pada mencapai kesepakatan damai yang realistis, meskipun itu berarti membuat konsesi terkait status Krimea.

Ketegangan memuncak ketika pembicaraan yang direncanakan antara Rusia dan Ukraina di London dibatalkan pada menit-menit terakhir atas perintah Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio. Pembatalan ini menyebabkan kekecewaan di kalangan pejabat Inggris dan Eropa yang berharap untuk memajukan proses perdamaian.

Trump bersikeras bahwa Amerika Serikat hampir mencapai kesepakatan damai, tetapi keberhasilannya bergantung pada kesediaan Presiden Putin dan Zelensky untuk menyetujui persyaratan yang diajukan. Ia menyatakan keyakinannya bahwa jika kedua pemimpin tersebut dapat mencapai kesepakatan, perang dapat diakhiri.

Situasi ini menggambarkan perbedaan mendasar dalam pendekatan antara Amerika Serikat dan Ukraina dalam menyelesaikan konflik dengan Rusia. Sementara Amerika Serikat tampaknya bersedia mempertimbangkan kompromi terkait status Krimea demi mencapai perdamaian, Ukraina tetap teguh pada posisinya untuk mempertahankan integritas teritorialnya dengan segala cara.