KPK Soroti Kemerosotan Integritas Pendidikan Nasional: Survei Ungkap Praktik Koruptif yang Mengakar
Penurunan Skor Integritas Pendidikan Nasional
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini menyampaikan keprihatinannya atas penurunan kualitas integritas dalam sektor pendidikan di Indonesia. Hal ini terungkap dari hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2024 yang menunjukkan skor 69,50. Skor ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2023 yang mencatatkan angka 71. Hasil ini menempatkan upaya perbaikan integritas melalui internalisasi nilai-nilai integritas yang belum merata dan optimal.
Menurut Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, hasil SPI mengindikasikan adanya masalah serius dalam penerapan nilai-nilai integritas di lingkungan pendidikan. Temuan survei menyoroti berbagai praktik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip integritas, yang mengindikasikan bahwa upaya perbaikan belum berjalan maksimal.
Temuan-Temuan SPI Pendidikan 2024
Survei tersebut mengungkap sejumlah masalah krusial yang mencoreng wajah pendidikan Indonesia, antara lain:
- Kejujuran Akademik: Praktik menyontek masih menjadi masalah laten di berbagai jenjang pendidikan. Survei mencatat bahwa 78% sekolah dan 98% perguruan tinggi masih menemukan kasus menyontek. Selain itu, plagiarisme juga masih ditemukan di kalangan tenaga pengajar, yaitu 43% di perguruan tinggi dan 6% di sekolah.
- Ketidakdisiplinan Akademik: Keterlambatan menjadi kebiasaan buruk yang masih sering dilakukan oleh guru dan dosen. Sebanyak 69% siswa melaporkan guru sering terlambat, sementara 96% mahasiswa mengalami hal serupa dengan dosen. Ironisnya, ketidakhadiran tanpa alasan yang jelas juga masih terjadi di 64% sekolah dan 96% kampus.
- Gratifikasi: Pemberian hadiah dari siswa atau wali murid kepada guru atau dosen masih dianggap sebagai hal yang wajar oleh sebagian pihak. Survei menunjukkan bahwa 30% guru/dosen dan 18% kepala sekolah/rektor memiliki pandangan tersebut. Bahkan, 65% sekolah menemukan bahwa orang tua siswa terbiasa memberikan bingkisan atau hadiah kepada guru saat hari raya atau kenaikan kelas.
- Pengadaan Barang dan Jasa: Proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan pendidikan masih rentan terhadap praktik korupsi dan kolusi. Sebanyak 43% sekolah dan 68% kampus menentukan vendor berdasarkan kedekatan personal. Selain itu, proses pengadaan juga dinilai kurang transparan di 75% sekolah dan 87% kampus.
- Penyimpangan Dana BOS: Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga tidak luput dari penyimpangan. Survei menemukan bahwa 12% sekolah menggunakan dana BOS tidak sesuai dengan peruntukannya. Selain itu, masih ditemukan pungutan terkait dana BOS (17%), praktik nepotisme dalam pengadaan barang dan jasa (40%), serta penggelembungan biaya (47%).
- Pungutan Liar (Pungli): Praktik pungli masih menghantui dunia pendidikan. Survei mencatat bahwa 28% sekolah masih melakukan pungutan di luar biaya resmi dalam penerimaan siswa baru. Pungutan liar juga ditemukan dalam pengajuan sertifikat dan dokumen di sekolah dan kampus.
Pelaksanaan Survei
SPI Pendidikan 2024 melibatkan partisipasi dari 36.888 satuan pendidikan dan 449.865 responden yang tersebar di 38 provinsi dan 507 kabupaten/kota. Survei ini dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 2024 hingga 30 September 2024. Metode yang digunakan dalam survei ini adalah metode online (WhatsApp Blast, Email Blast, dan CAWI) dan metode hybrid (CAPI).
Hasil SPI Pendidikan 2024 ini menjadi alarm bagi seluruh pihak terkait untuk segera melakukan evaluasi dan perbaikan sistem pendidikan di Indonesia. Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi harus dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan, mulai dari tingkat sekolah hingga perguruan tinggi. Integritas pendidikan adalah kunci untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang jujur, disiplin, dan bertanggung jawab.