Dugaan Korupsi di Pertamina: Dirut Minta Maaf, Kejagung Tetapkan Tujuh Tersangka
Dugaan Korupsi di Pertamina: Dirut Minta Maaf, Kejagung Tetapkan Tujuh Tersangka
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh rakyat Indonesia terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat anak usaha perusahaan pelat merah tersebut. Pernyataan maaf ini disampaikan dalam konferensi pers di Grha Pertamina, Jakarta, Senin (3/3/2025), menyusul penetapan tujuh tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi tata kelola impor minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023. Kasus ini, menurut Simon, merupakan ujian berat bagi Pertamina dan citra perusahaan di mata publik.
Simon menekankan komitmen Pertamina untuk sepenuhnya mendukung proses hukum yang tengah berjalan. Ia menyatakan kesiapan perusahaan untuk memberikan data dan keterangan tambahan kepada Kejagung agar proses penegakan hukum dapat dilakukan secara transparan dan tuntas. Kerjasama penuh dengan aparat penegak hukum ini, diharapkan dapat mengungkap seluruh jaringan dan aktor yang terlibat dalam praktik korupsi tersebut, serta mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Pertamina berkomitmen untuk membangun tata kelola perusahaan yang lebih baik dan akuntabel.
Kejagung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini. Empat di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha Pertamina, sementara tiga lainnya adalah broker yang diduga terlibat dalam skema korupsi tersebut. Berikut rincian para tersangka:
- Dari pihak Pertamina:
- Riva Siahaan (RS) – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- Yoki Firnandi (YF) – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
- Sani Dinar Saifuddin (SDS) – Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional
- Agus Purwono (AP) – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
- Broker:
- MKAR – Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa
- DW – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim
- GRJ – Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
Modus korupsi yang terungkap melibatkan beberapa praktik ilegal. Pertama, Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite (RON 90) dan mencampurnya di depo untuk dijual sebagai Pertamax (RON 92), sebuah praktik yang jelas melanggar aturan. Kedua, investigasi menemukan adanya mark up pada kontrak pengiriman (shipping) oleh Pertamina International Shipping dalam proses impor minyak mentah dan produk kilang. Praktik ini mengakibatkan negara harus membayar fee 13-15 persen secara melawan hukum, menguntungkan tersangka MKAR secara signifikan.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan serius tentang pengawasan dan tata kelola di perusahaan BUMN. Kejagung diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memastikan semua pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawaban hukum. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Pertamina dan sektor energi nasional.