OJK Paparkan Strategi Pemanfaatan HAKI Sebagai Jaminan Kredit: Syarat dan Pertimbangan Utama

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok strategi agar Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai jaminan dalam pengajuan kredit. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menjelaskan bahwa inisiatif ini merupakan terobosan untuk memberikan alternatif jaminan selain aset fisik konvensional atau jaminan kolateral.

Kebijakan yang mendasari pemanfaatan HAKI sebagai jaminan utang ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif. Regulasi ini menjadi landasan hukum bagi pelaku usaha, khususnya di sektor ekonomi kreatif, untuk mengakses pembiayaan dengan lebih mudah.

"Pengakuan HAKI sebagai pengganti jaminan kolateral adalah langkah maju yang perlu didukung. Namun, implementasinya memerlukan kehati-hatian dan pertimbangan yang matang," ujar Mahendra dalam sebuah konferensi pers di Jakarta.

Syarat dan Pertimbangan Utama

Mahendra Siregar menekankan bahwa pemanfaatan HAKI sebagai jaminan kredit tidak serta merta berlaku tanpa syarat. Lembaga keuangan, khususnya perbankan, akan menerapkan serangkaian kriteria dan pertimbangan sebelum menyetujui permohonan kredit.

Beberapa faktor yang akan menjadi perhatian utama antara lain:

  • Karakter dan Reputasi Perusahaan: Bank akan meneliti rekam jejak dan reputasi perusahaan pemohon kredit. Hal ini penting untuk menilai integritas dan kemampuan perusahaan dalam mengelola keuangan serta memenuhi kewajibannya.
  • Laporan Keuangan dan Proyeksi Keuangan: Analisis mendalam terhadap laporan keuangan perusahaan akan dilakukan untuk memahami kondisi keuangan saat ini dan proyeksi keuangan di masa mendatang. Proyeksi keuangan yang realistis dan meyakinkan akan meningkatkan kepercayaan bank terhadap kemampuan perusahaan dalam membayar kembali pinjaman.
  • Kepastian Pasar (Off-taker): Keberadaan pembeli atau off-taker yang jelas dan terpercaya untuk produk atau karya yang dihasilkan perusahaan akan menjadi nilai tambah. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki potensi pendapatan yang stabil dan dapat diandalkan untuk melunasi utang.

Selain persyaratan di atas, OJK juga mendorong lembaga keuangan untuk memanfaatkan inovasi teknologi seperti alternative credit scoring (ACS). ACS dapat membantu bank dalam menilai kelayakan kredit perusahaan rintisan (startup) atau Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang mungkin belum memiliki rekam jejak keuangan yang panjang.

Ekosistem Pembiayaan yang Terintegrasi

Mahendra Siregar menambahkan bahwa pembiayaan dengan jaminan HAKI sebaiknya dilihat sebagai bagian dari ekosistem pembiayaan yang lebih luas. Selain perbankan, sumber pembiayaan lain seperti modal ventura atau pendanaan dari pasar modal juga dapat dipertimbangkan.

"Penting untuk menciptakan ekosistem yang terintegrasi, di mana berbagai sumber pembiayaan dapat bersinergi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif," kata Mahendra.

Ia juga menyoroti potensi besar industri kreatif di Indonesia, yang diperkirakan mencapai Rp 1.500 triliun dengan potensi penyerapan tenaga kerja sebanyak 6,5 juta orang dan ekspor mencapai 25 miliar dolar AS. Potensi ini, menurut Mahendra, sangat menarik bagi lembaga pembiayaan dan industri kredit.

OJK berharap bahwa dengan strategi yang tepat dan dukungan dari berbagai pihak, pemanfaatan HAKI sebagai jaminan kredit dapat menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia. Hal ini akan membuka akses pembiayaan yang lebih luas bagi para pelaku usaha kreatif dan mendorong inovasi serta penciptaan lapangan kerja.