Lonjakan Permintaan Kolang-Kaling di Kampung Kokolaka Selama Ramadhan
Lonjakan Permintaan Kolang-Kaling di Kampung Kokolaka Selama Ramadhan
Bulan Ramadhan tahun ini menjadi berkah tersendiri bagi warga Kampung Olahan Kolang-Kaling (Kokolaka) di Desa Jatirejo, Kecamatan Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah. Meningkatnya permintaan kolang-kaling sebagai takjil favorit selama bulan puasa telah mendorong peningkatan produksi dan pendapatan para perajin di kampung tersebut. Lonjakan permintaan mencapai angka signifikan, hingga 100 persen, membuat aktivitas di kampung ini begitu ramai dan semarak selama Ramadhan.
Proses pembuatan kolang-kaling ternyata jauh lebih kompleks daripada yang terlihat. Dimulai dari pemisahan buah aren dari tangkainya, sebuah pekerjaan yang membutuhkan kehati-hatian dan kesabaran, khususnya bagi para pekerja perempuan lansia yang terampil melakukan pekerjaan ini. Getah aren yang dapat menyebabkan iritasi kulit mengharuskan mereka bekerja dengan teliti. Setelah pemisahan, buah aren direbus selama satu jam untuk menghilangkan getah dan melunakkan kulit luarnya. Proses ini kemudian dilanjutkan dengan tahap perendaman selama dua hari dua malam sebelum biji kolang-kaling dipisahkan dengan hati-hati menggunakan gagang pisau atau golok. Proses pemisahan biji ini membutuhkan keahlian dan ketelitian agar tidak merusak biji kolang-kaling.
Setelah biji kolang-kaling dipisahkan, proses selanjutnya adalah pemipihhan untuk menghasilkan tekstur kenyal yang khas. Namun, perjalanan menuju produk siap jual belum berakhir. Kolang-kaling masih harus direndam kembali selama dua hari dua malam untuk memastikan kebersihan dan kesegaran sebelum dipasarkan. Marsia (50), salah satu perajin di Kampung Kokolaka, menjelaskan bahwa keseluruhan proses produksi, dari buah aren hingga kolang-kaling siap jual, membutuhkan waktu sekitar satu minggu. Proses yang panjang dan penuh dedikasi ini menghasilkan produk berkualitas yang diminati banyak konsumen.
Dampak positif dari meningkatnya permintaan kolang-kaling selama Ramadhan terasa signifikan bagi para perajin. Buang Rowiyan (60), pemilik salah satu rumah produksi kolang-kaling, mengungkapkan bahwa omzetnya naik drastis. Harga kolang-kaling yang biasanya Rp 7.000 per kilogram di hari biasa, melonjak menjadi Rp 10.000 per kilogram selama Ramadhan. Dalam sehari, beliau bahkan mampu menjual hingga 3 kuintal (300 kilogram) kolang-kaling, terutama saat permintaan sedang tinggi. Pembeli datang dari berbagai daerah sekitar Semarang, seperti Demak, Salatiga, dan Kendal.
Dewi Purwati (31), pemilik usaha kolang-kaling lainnya, hanya memproduksi selama bulan Ramadhan. Ia mengaku permintaan meningkat hingga 100 persen selama bulan puasa. Dengan harga jual yang sama dengan Buang Rowiyan, yaitu Rp 10.000 per kilogram, Dewi mampu menjual hingga 1 ton kolang-kaling hanya dalam waktu tiga hari saat permintaan mencapai puncaknya. Kesuksesan para perajin ini mencerminkan potensi ekonomi lokal yang tercipta dari produk tradisional yang mampu bersaing di pasar dan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat Kampung Kokolaka.
Kesimpulannya, Ramadhan memberikan dampak ekonomi yang positif bagi Kampung Kokolaka. Meningkatnya permintaan kolang-kaling tidak hanya meningkatkan pendapatan para perajin, tetapi juga menunjukkan potensi besar produk lokal dalam memenuhi kebutuhan pasar dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat di wilayah tersebut. Proses produksi yang panjang dan penuh dedikasi menjadi kunci keberhasilan produk kolang-kaling Kampung Kokolaka.