Korupsi Pertamina: LBH Jakarta Tekankan Pentingnya Perlindungan Konsumen yang Dirugikan Akibat Pertamax Oplosan
Korupsi Pertamina: Suara Konsumen Terabaikan?
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyoroti minimnya perhatian terhadap kerugian konsumen akibat dugaan penjualan Pertamax oplosan dalam kasus korupsi pengelolaan minyak mentah di Pertamina Patra Niaga. Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, menekankan perlunya memasukkan kerugian masyarakat sebagai faktor krusial dalam perhitungan kerugian negara. Fokus investigasi sejauh ini, menurut LBH Jakarta, cenderung berpusat pada peran elite dan dugaan keterlibatan mafia migas, mengabaikan dampak signifikan terhadap konsumen yang secara langsung dirugikan akibat penggunaan bahan bakar berkualitas rendah.
Selama ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) terutama fokus pada perhitungan kerugian keuangan negara yang mencapai angka fantastis, mencapai Rp 193,7 triliun pada tahun 2023 saja, dengan estimasi total kerugian mencapai Rp 968,5 triliun untuk periode 2018-2023. Namun, LBH Jakarta berpendapat bahwa kerugian masyarakat yang menggunakan Pertamax oplosan merupakan aspek penting yang tak bisa diabaikan. Kerugian ini, menurut Alfathan, bukan hanya berupa finansial, namun juga potensi kerusakan mesin kendaraan dan dampak lingkungan yang belum terhitung.
Untuk menghimpun data dan bukti kerugian konsumen, LBH Jakarta bersama Centre of Economic and Law Studies (Celios) telah membuka posko pengaduan sejak 26 Februari 2025. Hingga 4 Maret 2025, tercatat 590 pengaduan telah diterima. Proses pengaduan meliputi verifikasi data konsumen dan pengumpulan bukti pembelian Pertamax selama periode 2018-2023. Kemudahan akses informasi melalui aplikasi My Pertamina dinilai membantu proses verifikasi ini.
Data pengaduan yang telah terkumpul, kata Alfathan, akan menjadi dasar untuk langkah hukum selanjutnya. LBH Jakarta mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class action) atau gugatan masyarakat sipil (citizen lawsuit) untuk menuntut pertanggungjawaban pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kerugian konsumen. Hal ini didasarkan pada prinsip keadilan dan perlindungan konsumen yang harus menjadi perhatian utama dalam penanganan kasus korupsi ini. Langkah ini diharapkan mampu memberikan keadilan bagi masyarakat yang telah dirugikan dan mencegah terulangnya praktik serupa di masa depan.
Alfathan juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum. Pihaknya berharap agar Kejagung tidak hanya berfokus pada kerugian negara, tetapi juga memperhatikan dan mempertimbangkan dampak kerugian yang dialami oleh konsumen secara langsung. Proses investigasi yang komprehensif dan transparan akan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat dan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem penegakan hukum di Indonesia.
Langkah-langkah yang dilakukan LBH Jakarta dan Celios:
- Membuka posko pengaduan masyarakat.
- Menerima dan memverifikasi 590 aduan hingga 4 Maret 2025.
- Mengumpulkan bukti pembelian Pertamax (2018-2023).
- Mempertimbangkan gugatan class action atau citizen lawsuit.
Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan konsumen dalam konteks penegakan hukum dan pencegahan korupsi. Perlindungan konsumen tidak hanya terbatas pada aspek regulasi dan pengawasan, tetapi juga meliputi akses keadilan bagi korban yang dirugikan.