Kementan Gencarkan Penyerapan Ayam Peternak Rakyat di Tengah Anjloknya Harga

Kementerian Pertanian (Kementan) mengambil langkah proaktif dalam mengatasi permasalahan anjloknya harga ayam hidup (livebird) di tingkat peternak rakyat. Melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementan menyerukan kepada seluruh elemen industri pakan dan pelaku usaha dalam rantai pasok perunggasan untuk bersama-sama menyerap ayam hidup dari peternak mandiri.

Direktur Jenderal PKH Kementan, Agung Suganda, menekankan pentingnya gotong royong lintas sektor dalam menstabilkan harga livebird. Dalam Rapat Koordinasi Dukungan Pakan terhadap Stabilisasi Harga Livebird yang diselenggarakan di Jakarta, Agung secara khusus meminta kontribusi aktif dari perusahaan pakan terintegrasi, pabrik pakan non-budidaya, serta para pedagang bahan baku pakan. Agung menekankan bahwa dukungan dari berbagai pihak sangat krusial untuk menjaga keberlangsungan usaha peternak rakyat.

Agung menghimbau perusahaan pakan terintegrasi untuk terus meningkatkan penyerapan ayam berukuran besar. Pabrik pakan non-budidaya juga diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam menyerap livebird. Bahkan, para trader bahan pakan unggas pun diimbau untuk turut serta membantu peternak dengan menyerap ayam mereka. Menurut Agung, seluruh pihak ini merupakan bagian integral dari mata rantai bisnis pakan dan memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan pasar.

Sebagai bentuk komitmen terhadap upaya stabilisasi harga, Agung meminta seluruh bentuk dukungan yang diberikan oleh para pelaku usaha dilaporkan secara berkala kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hal ini bertujuan untuk memantau efektivitas langkah-langkah yang diambil dan memastikan bahwa upaya pemerintah dalam menjaga harga livebird tetap layak dapat berjalan optimal.

Agung juga mengingatkan bahwa disparitas harga antara pakan yang tinggi dan harga jual ayam hidup yang rendah dapat berakibat fatal bagi peternak rakyat. Kondisi ini dapat melemahkan semangat peternak untuk terus berproduksi. Jika peternak terpaksa berhenti berproduksi, permintaan terhadap pakan juga akan menurun, yang pada akhirnya akan merugikan seluruh pihak dalam industri perunggasan.

Kondisi harga ayam hidup saat ini memang memprihatinkan. Data dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) menunjukkan bahwa harga livebird di beberapa wilayah, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jabodetabek, berada di kisaran Rp13.200 hingga Rp14.400 per kilogram berat hidup. Angka ini jauh di bawah titik impas (BEP) yang seharusnya berada di level Rp19.000 per kilogram, bahkan lebih rendah dari Harga Acuan Penjualan (HAP) yang ditetapkan sebesar Rp25.000 per kilogram.

Ombudsman Republik Indonesia (RI) bahkan mengungkapkan bahwa peternak ayam mengalami kerugian yang signifikan setelah Lebaran 2025. Berdasarkan keluhan dari para peternak di Jawa Barat, harga ayam hidup sempat menyentuh angka Rp11.000-12.000 per kilogram pada awal April 2025. Dengan acuan harga ayam hidup sebesar Rp23.000-35.000 per kilogram sesuai dengan Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 6 Tahun 2024, kerugian yang dialami peternak diperkirakan mencapai Rp86,4 miliar per minggu.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menjelaskan bahwa kerugian tersebut dihitung berdasarkan selisih harga jual ayam hidup dengan harga acuan, dikalikan dengan jumlah produksi ayam per minggu. Jika tidak ada intervensi yang cepat dan tepat dari pemerintah, kerugian yang dialami peternak diperkirakan akan terus berlanjut dan dapat mencapai angka yang sangat besar.

Berikut poin-poin penting:

  • Kementan meminta industri pakan dan pelaku usaha unggas menyerap ayam hidup dari peternak.
  • Harga ayam hidup di bawah BEP dan HAP.
  • Peternak merugi miliaran rupiah per minggu.
  • Ombudsman RI menyoroti kerugian peternak.
  • Intervensi pemerintah diperlukan untuk mencegah kerugian lebih lanjut.