Mahasiswa UMI Makassar Gelar Aksi Peringatan 29 Tahun Tragedi April Makassar Berdarah

Aksi unjuk rasa mewarnai Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Kamis (24/4/2025) sebagai bentuk peringatan 29 tahun tragedi April Makassar Berdarah, atau yang dikenal dengan Tragedi Amarah. Puluhan mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar turun ke jalan menyuarakan kembali peristiwa kelam yang terjadi di kampus mereka pada tahun 1996.

Para mahasiswa memulai aksi mereka sekitar pukul 16.00 WITA. Mereka memblokade Jalan Urip Sumiharjo, Kecamatan Panakkukang, menggunakan mobil bak terbuka, batu, dan balok kayu. Akibatnya, arus lalu lintas di jalan tersebut mengalami kemacetan yang mencapai kurang lebih dua kilometer. Aksi blokade jalan ini dilakukan sebagai simbol untuk menarik perhatian masyarakat luas terhadap tragedi yang menimpa rekan-rekan mahasiswa mereka di masa lalu.

Secara bergantian, para orator dari kalangan mahasiswa menyampaikan orasi yang berisi tuntutan keadilan dan pengungkapan kebenaran terkait Tragedi Amarah. Mereka mengecam tindakan represif aparat yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka. Salah seorang orator menegaskan bahwa aksi ini bukan bertujuan untuk mengganggu aktivitas masyarakat, melainkan sebagai upaya untuk menyuarakan dan memperingati tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi.

Pihak kepolisian terlihat hadir di lokasi unjuk rasa untuk melakukan pengamanan dan berupaya mengurai kemacetan yang terjadi. Dialog antara perwakilan mahasiswa dan pihak kepolisian juga dilakukan untuk mencari solusi terbaik agar aksi unjuk rasa dapat berjalan dengan tertib dan tidak mengganggu kepentingan umum.

Tragedi Amarah merupakan peristiwa kelam yang terjadi pada 24 April 1996. Unjuk rasa mahasiswa yang menolak kenaikan tarif angkutan umum berujung bentrokan dengan aparat keamanan. Akibatnya, tiga mahasiswa UMI Makassar meninggal dunia, ratusan lainnya luka-luka, dan puluhan orang ditangkap. Peristiwa ini menjadi catatan sejarah yang tidak boleh dilupakan dan menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Kenaikan tarif angkutan umum yang menjadi pemicu tragedi tersebut merupakan buntut dari Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No. 93 Tahun 1996, yang mengatur kenaikan tarif dari Rp 300 menjadi Rp 500. Meskipun terdapat potongan 40 persen untuk mahasiswa dan pelajar, kenaikan tarif ini tetap dianggap memberatkan dan memicu gelombang protes dari kalangan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi di Makassar.