Dana Suap PAW DPR Diduga Berasal dari Harun Masiku, Klaim Kuasa Hukum Hasto

Jakarta - Dalam perkembangan terbaru sidang dugaan suap terkait proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024, kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, mengklaim bahwa sumber dana suap tersebut berasal dari Harun Masiku.

Febri Diansyah menyampaikan pernyataan ini di sela-sela persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025). Ia menegaskan bahwa dakwaan yang diajukan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Hasto terkait dugaan keterlibatan dalam kasus suap tersebut dinilai tidak terbukti.

"Tadi ada satu poin penting yang ada di dakwaan penuntut umum yang tidak terbukti," ujar Febri kepada awak media.

Menurut Febri, dakwaan jaksa menyebutkan bahwa Hasto terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp 600 juta kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan. Suap tersebut, menurut dakwaan, diberikan dalam dua tahap.

Namun, Febri berargumen bahwa keterangan yang diberikan oleh Wahyu Setiawan selaku penerima suap pada persidangan sebelumnya, serta keterangan dari mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina, sebagai perantara pemberi suap dalam sidang hari ini, menunjukkan fakta yang berbeda. Keduanya menyatakan bahwa pemberian uang hanya terjadi satu kali, yaitu pada tanggal 17 Desember 2019.

Lebih lanjut, Febri menjelaskan bahwa dari total suap yang dijanjikan sebesar Rp 600 juta, baru sebesar Rp 200 juta yang diserahkan oleh Tio dan seorang kader PDI-P bernama Saeful Bahri kepada Wahyu Setiawan. Ia kemudian menekankan asal-usul dana tersebut.

"Uangnya dari mana? Uangnya dari Harun Masiku. Itu yang tadi klir terbukti dan berkesesuaian dengan sidang sebelumnya," tegas Febri.

Dengan demikian, Febri menyimpulkan bahwa poin penting dalam dakwaan KPK terhadap Hasto telah gugur.

Dalam perkara ini, Hasto didakwa atas dua pelanggaran, yaitu melakukan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan memberikan suap dengan tujuan agar Harun Masiku dapat menjadi anggota DPR RI melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW) periode 2019-2024.

Pada dakwaan pertama, Hasto dianggap melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Sementara itu, pada dakwaan kedua, ia didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.