Indonesia Optimistis dengan Pengembangan Kendaraan Listrik Meski LG Mundur dari Konsorsium Baterai

Indonesia Tetap Optimistis dengan Ekosistem Kendaraan Listrik Meski Ada Perubahan Investasi

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya untuk terus mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV) di Indonesia, termasuk produksi baterai kendaraan listrik. Hal ini disampaikan menyusul adanya perubahan dalam konsorsium investasi baterai EV.

Perkembangan kendaraan listrik di Indonesia menunjukkan tren positif. Pada tahun 2024, populasi kendaraan listrik mencapai 207.000 unit, meningkat signifikan sebesar 78 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 116.000 unit. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyatakan bahwa pertumbuhan ini melampaui ekspektasi pasar.

"Pertumbuhan ini didorong oleh berbagai kebijakan strategis pemerintah, termasuk kemudahan usaha, penyusunan roadmap, dan pengoptimalan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)," ujar Agus.

Pemerintah menargetkan industri otomotif dalam negeri mampu memproduksi 9 juta unit sepeda motor listrik roda dua dan tiga, serta 600.000 unit mobil dan bus listrik pada tahun 2030. Target ini diharapkan berkontribusi pada pengurangan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sebesar 21,65 juta barel atau setara dengan pengurangan emisi CO2 sebanyak 7,9 juta ton.

Saat ini, terdapat 63 perusahaan yang memproduksi sepeda motor listrik roda dua dan tiga dengan total kapasitas produksi 2,28 juta unit per tahun dan investasi sebesar Rp 1,13 triliun. Selain itu, ada sembilan perusahaan yang memproduksi mobil listrik dengan kapasitas produksi 70.060 unit per tahun dan investasi Rp 4,12 triliun, serta tujuh perusahaan bus listrik dengan kapasitas 3.100 unit per tahun dan investasi Rp 0,38 triliun.

"Total investasi di sektor ini mencapai Rp 5,63 triliun, dan ini membawa dampak positif bagi perekonomian, termasuk penyerapan tenaga kerja," kata Menperin.

Menanggapi keluarnya LG Energy Solution dari konsorsium investasi kendaraan listrik, Menperin menyatakan bahwa hal ini tidak akan mengganggu target program pengembangan EV di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa telah ada mitra investasi baru dari Tiongkok, yaitu Huayou, yang bergerak di bidang penelitian, pengembangan, dan manufaktur material baterai lithium-ion.

"Pergantian investor adalah hal yang wajar dalam proyek skala besar, dan akselerasi pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia tetap berjalan sesuai rencana," tegasnya.

Saat ini, sudah ada dua perusahaan yang memproduksi baterai untuk motor listrik, yaitu PT Industri Ion Energisindo dan PT Energi Selalu Baru, dengan kapasitas produksi masing-masing 10.000 dan 12.000 pak baterai per tahun. Selain itu, terdapat dua industri baterai sel untuk mobil listrik, yaitu PT HLI Green Power (konsorsium Hyundai dan LG) dan PT International Chemical Industry.

PT HLI Green Power memiliki kapasitas produksi awal 10 GWh dan akan memasok 150.000 hingga 170.000 unit kendaraan bermotor listrik melalui PT Hyundai Energy Indonesia. Sementara itu, PT International Chemical Industry menargetkan kapasitas produksi 256 MWh per tahun atau setara dengan 25 juta sel.

Selain itu, terdapat produsen baterai paks lainnya, yaitu PT Gotion Green Energy Solutions Indonesia, dengan kapasitas produksi 17.952 unit per tahun.

Hilirisasi Nikel untuk Baterai EV

Pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia sejalan dengan kebijakan hilirisasi yang menjadi prioritas pemerintah. Kemenperin terus mendorong hilirisasi nikel untuk produksi baterai kendaraan listrik guna meningkatkan nilai tambah sumber daya alam Indonesia dan menciptakan industri baterai EV yang mandiri dan kompetitif.

Pemerintah juga mendorong pengembangan teknologi daur ulang baterai untuk memastikan keberlanjutan industri baterai kendaraan listrik. Ini mencakup integrasi industri baterai EV dari hulu (pengolahan nikel) hingga hilir (produksi baterai), termasuk pengembangan teknologi daur ulang.

Pemerintah memberikan insentif, baik kepada konsumen maupun industri manufaktur, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019. Insentif bagi konsumen meliputi PPnBM 0 persen, PPN DTP, BBN dan PKB KBLBB 0 persen, suku bunga rendah, diskon tambah daya listrik, dan pelat nomor khusus. Sementara itu, insentif bagi industri manufaktur meliputi tax holiday, mini tax holiday, tax allowance, fasilitas Bea Masuk (Master List), BMDTP, dan Super Tax Deduction. Diharapkan, insentif ini akan memicu produksi kendaraan listrik dan menciptakan ekosistem yang kuat dan berdaya saing.