Ariel NOAH dan Musisi Lain Gugat UU Hak Cipta ke MK: Tuntut Kejelasan Izin Pertunjukan Lagu

Ariel NOAH dkk Ajukan Gugatan UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi

Nazril Irham, yang lebih dikenal sebagai Ariel NOAH, bersama dengan sejumlah musisi ternama lainnya, mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini berfokus pada Pasal 9 Ayat 3 UU Hak Cipta yang dianggap menimbulkan interpretasi yang keliru dan berdampak pada kebebasan musisi dalam membawakan lagu ciptaan orang lain.

Dalam dokumen gugatan yang dibacakan di persidangan MK, Ariel dkk. berpendapat bahwa pasal tersebut seringkali disalahartikan sehingga seorang pelaku pertunjukan seolah-olah tidak dapat menyanyikan atau mempertunjukkan ciptaan tanpa izin langsung dari pencipta lagu. Hal ini dinilai diskriminatif dan menghambat kreativitas serta ekspresi musisi.

Kuasa hukum Ariel dkk. menyatakan bahwa interpretasi yang keliru tersebut telah menyebabkan pelarangan bagi pelaku pertunjukan tertentu oleh pencipta lagu untuk membawakan lagu ciptaannya. Mereka berpendapat bahwa hal ini tidak sejalan dengan semangat untuk mendukung perkembangan musik dan seni di Indonesia.

Selain Pasal 9, terdapat empat pasal lain dalam UU Hak Cipta yang turut digugat oleh Ariel CS, yaitu:

  • Pasal 23 ayat (5): mengatur tentang hak ekonomi atas pertunjukan atau penggandaan secara tidak langsung.
  • Pasal 24 ayat (1): menyatakan bahwa hak ekonomi atas rekaman suara atau bunyi diberikan kepada produser fonogram.
  • Pasal 25 ayat (1): menyebutkan bahwa hak ekonomi atas siaran diberikan kepada lembaga penyiaran.
  • Pasal 80 ayat (1): mengatur tentang pengelolaan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Para penggugat meminta MK untuk menyatakan Pasal 9 Ayat 3 UU Hak Cipta konstitusional sepanjang dimaknai bahwa penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tidak memerlukan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta, dengan kewajiban untuk tetap membayar royalti atas penggunaan secara komersial ciptaan tersebut. Mereka juga meminta agar Pasal 23 Ayat 5 UU Hak Cipta untuk frasa "setiap orang" bisa dimaknai sebagai orang atau badan hukum sebagai penyelenggara acara pertunjukan, kecuali ada perjanjian berbeda dari pihak terkait mengenai ketentuan pembayaran royalti.

Lebih lanjut, Ariel dkk. meminta MK menyatakan Pasal 81 UU Hak Cipta dimaknai bahwa karya yang memiliki hak cipta yang digunakan secara komersial dalam pertunjukan tidak perlu lisensi dari pencipta, dengan kewajiban membayar royalti untuk pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Mereka juga mengajukan permohonan agar Pasal 87 Ayat 1 UU Hak Cipta dinyatakan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait melakukan mekanisme lain untuk memungut royalti secara non-kolektif dan/atau memungut secara diskriminatif.

Sebagai petitum terakhir, mereka meminta ketentuan huruf f Pasal 113 Ayat 2 UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum. Gugatan ini diajukan oleh 29 penyanyi ternama Indonesia, termasuk:

  • Armand Maulana
  • Ariel NOAH
  • Vina Panduwinata
  • Titi DJ
  • Judika
  • Bunga Citra Lestari (BCL)
  • Rossa
  • Raisa Andriana
  • Nadin Amizah
  • Bernadya Ribka Jayakusuma
  • Nino
  • Vidi Aldiano
  • Afgan
  • Ruth Sahanaya
  • Yuni Shara
  • Fadly Padi
  • Ikang Fawzi
  • Andien
  • Dewi Gita
  • Hedi Yunus
  • Mario Ginanjar
  • Teddy Adhytia Hamzah
  • David Bayu
  • Tantri Kotak
  • Arda
  • Ghea Indrawari
  • Rendy Pandugo
  • Gamaliel
  • Mentari Novel

Gugatan ini diharapkan dapat memberikan kejelasan hukum terkait hak cipta dan hak pertunjukan bagi musisi di Indonesia, serta menciptakan ekosistem musik yang lebih adil dan berkelanjutan.