Jerat Sindikat Online di Myanmar dan Kamboja: WNI Jadi Korban Kekerasan Akibat Gagal Penuhi Target Penipuan
Nasib malang menimpa sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang tergiur iming-iming pekerjaan dengan gaji besar di Myanmar dan Kamboja. Alih-alih meraih kesejahteraan, mereka justru terjebak dalam jaringan sindikat online scam yang kejam. Para WNI ini dipaksa melakukan penipuan daring dan menghadapi konsekuensi berat jika tidak mampu memenuhi target yang ditetapkan.
Divisi Bantuan Hukum Migrant Care mengungkapkan fakta ini dalam sebuah seminar nasional yang membahas tentang jeratan scammer judi online lintas negara. Menurut Nur Harsono, perwakilan dari Migrant Care, para WNI yang gagal mencapai target penipuan tidak hanya dikenakan denda, tetapi juga mengalami intimidasi, kekerasan fisik, bahkan dijual ke kelompok lain. Perlakuan ini jelas melanggar hak asasi manusia dan menunjukkan betapa berbahayanya praktik online scam lintas negara.
Denda dan Kekerasan Fisik Menghantui Korban
Para korban yang tidak berhasil memenuhi target penipuan seringkali diwajibkan membayar "denda kebebasan" dengan jumlah yang fantastis, mulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah. Besaran denda ini sangat bervariasi dan tidak manusiawi, memberatkan para korban yang sudah berada dalam kesulitan.
- Intimidasi
- Pukulan
- Setrum
Selain denda, mereka juga mengalami kekerasan fisik seperti dipukul dan disetrum. Kondisi ini menciptakan trauma mendalam bagi para korban dan memperburuk situasi mereka.
Evakuasi Terhambat Kompleksitas Situasi di Myanmar
Upaya evakuasi WNI dari Kamboja relatif lebih mudah dilakukan berkat kerja sama dengan otoritas setempat. Namun, situasi di Myanmar jauh lebih rumit. Banyak WNI disekap di wilayah konflik seperti Myawaddy, yang dikuasai oleh kelompok bersenjata. Hal ini membuat upaya diplomatik menjadi sangat sulit.
Menurut Nur Harsono, wilayah Myanmar yang menjadi tempat penyekapan WNI dikuasai oleh kelompok oposisi yang tidak sepenuhnya mengakui pemerintah Indonesia. Kondisi ini menyulitkan proses negosiasi dan evakuasi para korban.
Penyanderaan Berkedok Pekerjaan
Kondisi yang dialami para WNI di Myanmar lebih mirip penyanderaan daripada pekerjaan. Mereka tidak memiliki kebebasan untuk keluar atau menolak pekerjaan tersebut. Jika mencoba melarikan diri, nyawa mereka menjadi taruhannya.
Motivasi Bonus Besar di Balik Keengganan Dipulangkan
Di sisi lain, Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengungkapkan fakta yang mencengangkan. Beberapa WNI yang bekerja sebagai scammer justru menolak untuk dipulangkan karena mendapatkan bonus besar, bahkan mencapai ratusan juta rupiah per bulan, jika berhasil melakukan penipuan dalam jumlah besar. Bonus besar ini menjadi daya tarik yang kuat bagi sebagian WNI, meskipun mereka menyadari bahwa pekerjaan tersebut melanggar hukum dan merugikan orang lain.
Judha Nugraha juga menambahkan bahwa para online scammer ini cenderung tidak memiliki hati nurani dalam melakukan penipuan. Mereka tidak segan menipu orang lain demi mencapai target dan mendapatkan bonus. Namun, jika mereka gagal mencapai target, kekerasan fisik akan menjadi konsekuensinya.
Para korban online scam ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatera Utara, Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Bali. Hal ini menunjukkan bahwa praktik online scam telah menjerat korban dari berbagai lapisan masyarakat dan wilayah geografis di Indonesia.