Pimpinan Ponpes di Lombok Barat Akui Perbuatan Cabul, Klaim Hanya 'Mengijazahkan' Santriwati

Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang pimpinan pondok pesantren (Ponpes) di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), memasuki babak baru. Tersangka berinisial AF, yang juga menjabat sebagai ketua yayasan pondok pesantren tersebut, mengakui perbuatannya di hadapan penyidik Polresta Mataram.

AF mengklaim bahwa tindakan pencabulan dan pemerkosaan terhadap sejumlah santriwatinya tersebut sebagai bentuk "mengijazahkan". Ia berdalih bahwa perbuatan itu bertujuan untuk mengajarkan doa agar para santriwati mendapatkan pasangan dan keturunan yang baik. "Hanya untuk mengajarkan doa kepada santriwati, sederhananya 'mengijazahkan' dengan harapan mereka kemudian bisa dapat pasangan yang baik, dan keturunan yang baik," ujarnya saat diinterogasi.

AF mengaku telah melakukan aksi bejatnya sejak tahun 2015 hingga 2021. Jumlah korban yang ia ingat mencapai sekitar 10 orang. Ia juga menyebut tidak memiliki kriteria khusus dalam memilih korban, melainkan hanya secara spontan menunjuk santriwati yang menjadi sasarannya.

Menyadari perbuatannya melanggar hukum dan agama, AF menyatakan penyesalannya. "Itu kekhilafan saya," katanya. Ia juga meminta maaf kepada para korban dan masyarakat atas perbuatannya yang telah menghancurkan masa depan para santriwati, keluarga, dan kepercayaan masyarakat.

Satreskrim Polresta Mataram telah menetapkan AF sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual dengan kategori pencabulan dan persetubuhan. Penahanan terhadap AF telah dilakukan di Rutan Polresta Mataram.

Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari mantan santriwati yang menjadi korban pelecehan AF. Hingga saat ini, tercatat 13 korban telah melapor ke pihak kepolisian. Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) NTB memberikan pendampingan hukum kepada para korban, mengungkapkan bahwa para santriwati berani melaporkan kejadian ini setelah mendapatkan pencerahan dari menonton film Bidaah Walid.

Berikut adalah poin-poin penting yang dapat ditarik dari berita ini:

  • AF, pimpinan Ponpes di Lombok Barat, mengakui perbuatan cabul terhadap santriwati.
  • AF mengklaim perbuatannya sebagai bentuk "mengijazahkan".
  • AF telah melakukan perbuatan cabul sejak 2015 hingga 2021 dengan jumlah korban sekitar 10 orang.
  • AF menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada korban dan masyarakat.
  • Polresta Mataram telah menetapkan AF sebagai tersangka dan melakukan penahanan.
  • Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari mantan santriwati.
  • KSKS NTB memberikan pendampingan hukum kepada para korban.