KPK Temukan Praktik Ketidakjujuran Akademik Masih Marak di Kalangan Pelajar dan Mahasiswa
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini mempublikasikan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2024, yang mengungkapkan temuan mengkhawatirkan mengenai tingkat kejujuran akademik di kalangan siswa dan mahasiswa di seluruh Indonesia. Survei yang diberi judul "Indeks Integritas Pendidikan 2024" ini, menyoroti bahwa praktik menyontek dan bentuk ketidakjujuran akademik lainnya masih menjadi masalah signifikan di institusi pendidikan.
Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Dadan Wardana, menyampaikan temuan tersebut dalam acara peluncuran indeks dan penandatanganan komitmen bersama untuk penyelenggaraan pendidikan antikorupsi. Data survei menunjukkan bahwa kasus menyontek masih ditemukan di 78% sekolah dan mencapai angka yang lebih tinggi, yaitu 98%, di perguruan tinggi. Ini mengindikasikan bahwa praktik menyontek masih menjadi masalah yang meluas di sebagian besar lembaga pendidikan.
Survei tersebut mengungkapkan bahwa 44,75% peserta didik mengakui menyontek meskipun menyadari bahwa tindakan tersebut salah. Selain menyontek, bentuk kecurangan lain juga terungkap, seperti 38,4% siswa yang meminta bantuan orang lain untuk mengerjakan tugas mereka dan 20,69% siswa yang memilih menyontek daripada belajar. Lebih lanjut, 25,28% siswa mengaku tidak berani menolak ajakan untuk menyontek.
Ironisnya, tingkat ketidakjujuran akademik lebih tinggi di kalangan mahasiswa. Survei mencatat bahwa 57,87% mahasiswa terlibat dalam praktik menyontek. Selain itu, 51,7% mahasiswa mengaku meminta orang lain mengerjakan tugas, 2,79% memilih menyontek daripada belajar, dan 26,05% tidak berani menolak ajakan untuk menyontek. Di tingkat perguruan tinggi, survei juga menemukan kasus plagiarisme dan tindakan menyontek karena meniru teman. Sebanyak 51,57% mahasiswa mengakui ikut menyontek atau melakukan plagiarisme setelah melihat teman mereka melakukan hal yang sama, sementara 44,59% mahasiswa mengaku telah melakukan plagiarisme.
"Untuk kasus plagiarisme masih ditemukan pada 43% kampus dan 6% sekolah," ujar Dadan.
SPI Pendidikan 2024 melibatkan 449.865 responden dari 36.888 satuan pendidikan, mencakup 35.850 sekolah dasar dan menengah, serta 1.238 perguruan tinggi. Survei ini menjangkau seluruh 38 provinsi di Indonesia dan melibatkan sampel dari 507 kabupaten/kota. Selain itu, SPI juga melibatkan sembilan negara perwakilan yang memiliki Sekolah Indonesia Luar Negeri, yaitu Thailand, Malaysia, Singapura, Myanmar, Filipina, Jepang, Arab Saudi, Mesir, dan Belanda.
Responden survei terdiri dari 141.134 siswa dan mahasiswa, 161.808 tenaga pendidikan, 45.608 pimpinan satuan pendidikan, dan 101.315 orang tua/wali peserta didik. Metode survei yang digunakan meliputi daring dan hybrid, dengan wawancara melalui Whatsapp Blast, Computer Assisted Web Interview, dan Computer Assisted Personal Interviewing.
Secara keseluruhan, SPI menyimpulkan bahwa Indeks Integritas Pendidikan di Indonesia mencapai skor 69,50, yang menunjukkan bahwa Indonesia masih berada pada level "Korektif".
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menekankan pentingnya hasil SPI ini sebagai cermin jujur dan penanda bahwa membangun benteng antikorupsi di dunia pendidikan tidak dapat ditunda. Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Dikti Saintek), Stella Christie, menambahkan bahwa hasil SPI ini menggarisbawahi pentingnya penanaman nilai antikorupsi yang konsisten sejak dini, dengan harapan dapat mengurangi tindak pidana korupsi dan mencapai Indonesia Emas 2045.