Buku "Hantu Tuan Kebun" Ungkap Realita Pahit Ekspansi Sawit di Kalimantan Tengah

Buku "Hantu Tuan Kebun" Soroti Dampak Industri Sawit di Kalimantan Tengah

Palangka Raya – Peluncuran buku berjudul "Hantu Tuan Kebun" karya Aldo Sallis dan Budi Baskoro, yang diadakan di Swiss-Belhotel Danum, Palangka Raya pada Kamis (24/4/2025), menjadi sorotan publik. Buku ini, yang diterbitkan oleh Save Our Borneo (SOB), mengangkat isu-isu krusial terkait dampak masifnya industri kelapa sawit di Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya dari sudut pandang masyarakat lokal yang merasakan dampak langsung dari pembangunan dan investasi.

Buku ini menyoroti kisah-kisah dari Kabupaten Kotawaringin Timur dan Seruyan, dua wilayah dengan area perkebunan sawit terluas di Kalteng. Dengan pendekatan jurnalistik yang deskriptif, Aldo Sallis dan Budi Baskoro menyajikan narasi yang kuat tentang realitas yang dihadapi masyarakat setempat. Aldo Sallis, seorang wartawan dari Harian Kompas, dan Budi Baskoro, yang berasal dari Mongabay Indonesia, menggabungkan pengalaman mereka untuk menghasilkan karya yang mendalam dan informatif.

"Hantu Tuan Kebun" terstruktur dalam tiga bagian utama:

  • Sejarah masuknya industri sawit di Kalimantan Tengah.
  • Penderitaan masyarakat lokal akibat ekspansi perkebunan.
  • Tinjauan terhadap peran perusahaan dan regulasi pemerintah yang dinilai belum efektif dalam menyelesaikan masalah yang ada.

Aldo Sallis menekankan bahwa meskipun judul buku ini bernada sindiran, tujuannya bukanlah untuk menyudutkan pihak manapun. Sebaliknya, buku ini berupaya untuk mengungkap fakta-fakta di lapangan melalui penerapan prinsip-prinsip jurnalistik yang ketat. Proses penyusunan buku ini memakan waktu satu tahun, di mana penulis menggali kisah-kisah dari akar rumput, termasuk kasus kriminalisasi, orang-orang yang masuk dalam daftar pencarian, dan kerusakan lingkungan akibat perluasan kebun sawit.

"Kami percaya bahwa jurnalis tidak netral, dan harus memiliki keberpihakan. Dalam buku ini, keberpihakan kami jelas tertuju pada mereka yang merasa kalah atau tertinggal di tengah pesatnya pembangunan," ujar Aldo Sallis.

Aldo Sallis menambahkan, meskipun industri sawit memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB nasional, banyak masyarakat lokal yang masih hidup dalam kondisi yang jauh dari sejahtera. Buku ini bertujuan untuk mengangkat cerita-cerita yang selama ini terabaikan dan menarik perhatian publik terhadap isu-isu penting yang perlu segera ditangani.

Budi Baskoro menambahkan bahwa narasi pemerintah tentang kesejahteraan yang dijanjikan oleh industri sawit belum sepenuhnya terwujud di lapangan. Banyak warga lokal yang merasa lahannya dirampas akibat ekspansi kebun sawit. Kerusakan lingkungan juga menjadi masalah serius yang dihadapi masyarakat, selain hilangnya tanah adat yang diwariskan secara turun temurun.

"Ini harus menjadi perhatian kita bersama, terutama para pembuat kebijakan, agar mereka bersedia mendengarkan suara-suara dari mereka yang ada dalam buku ini dan memahami akar permasalahan perkebunan sawit selama ini," kata Budi Baskoro.

Muhamad Habibi, Direktur Save Our Borneo, menambahkan bahwa meskipun regulasi dan data konsesi perusahaan tersedia, implementasinya di lapangan seringkali tidak sesuai dengan harapan. Masyarakat seringkali menjadi korban dalam situasi ini, bahkan tidak jarang berhadapan dengan aparat keamanan yang menjaga wilayah perkebunan.

Habibi berharap bahwa melalui seminar dan peluncuran buku ini, akan ada diskusi mendalam yang menghasilkan solusi jangka pendek, menengah, dan panjang untuk masalah-masalah yang dihadapi masyarakat di wilayah konsesi sawit. Buku ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang masalah mana yang dapat diselesaikan dalam waktu dekat, mana yang membutuhkan solusi jangka menengah, dan mana yang memerlukan pendekatan jangka panjang.