Korea Selatan di Tengah Pusaran Polarisasi Politik Jelang Pemilu: Bayang-Bayang Pemakzulan dan Perpecahan Ideologis

Korea Selatan di Tengah Pusaran Polarisasi Politik Jelang Pemilu: Bayang-Bayang Pemakzulan dan Perpecahan Ideologis

Korea Selatan tengah menghadapi tantangan serius berupa polarisasi politik yang meningkat tajam menjelang pemilihan umum yang dijadwalkan pada 3 Juni mendatang. Situasi ini diperburuk oleh trauma politik yang baru saja dialami negara tersebut, yakni pemakzulan mantan Presiden Yoon Suk Yeol terkait dengan deklarasi darurat militer pada Desember 2024. Putusan Mahkamah Konstitusi yang menguatkan pemakzulan tersebut pada 4 April lalu telah membuka jalan bagi suksesi kepemimpinan, namun juga memicu perpecahan yang lebih dalam di masyarakat.

Persaingan ketat terjadi antara kandidat dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) dan Partai Demokrat (DP), dengan Lee Jae-myung menjadi kandidat unggulan dari DP. Gelombang demonstrasi diperkirakan akan terus berlanjut hingga hari pemungutan suara, mencerminkan ketegangan dan polarisasi yang mencengkeram Korea Selatan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas politik dan sosial negara tersebut.

Akar Polarisasi dan Dampaknya

Menurut Min Seong-jae, seorang profesor komunikasi dan studi media di Pace University, polarisasi politik di Korea Selatan berakar pada kombinasi faktor historis dan kelembagaan. Faktor-faktor tersebut meliputi:

  • Warisan pemerintahan otoriter selama puluhan tahun.
  • Proses demokratisasi dan perubahan ekonomi yang pesat.
  • Perbedaan pandangan mengenai isu Korea Utara.

Profesor Min menambahkan bahwa polarisasi saat ini mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, terutama setelah deklarasi darurat militer yang semakin memperdalam perpecahan ideologis di masyarakat. Meskipun tindakan Yoon awalnya tidak populer di kalangan pendukung konservatifnya, kini basis pendukungnya bersatu di sekelilingnya, diperkuat oleh media partisan dan loyalitas regional.

Kaum konservatif garis keras melihat Yoon sebagai simbol perlawanan terhadap pengaruh kelompok "progresif" dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan, media, keamanan nasional, dan isu-isu sosial lainnya. Semakin Yoon diserang, semakin kuat pula dukungan yang ia terima dari kelompok konservatif garis keras. Kelompok-kelompok yang dianggap sebagai musuh Yoon, seperti pengunjuk rasa mahasiswa, serikat buruh, kelompok feminis, dan akademisi liberal, justru semakin ditakuti atau tidak disukai oleh kaum konservatif garis keras.

Tantangan Ekonomi dan Ancaman Korea Utara

Selain polarisasi politik, Korea Selatan juga menghadapi tantangan ekonomi dan ancaman dari Korea Utara. Lim Eun-jung, seorang profesor di Universitas Nasional Kongju, menyatakan bahwa masyarakat khawatir tentang resesi, harga-harga yang melonjak, dan tingginya biaya perumahan, terutama bagi generasi muda. Perbedaan pandangan antara kelompok kiri dan kanan mengenai cara mengatasi situasi Korea Utara juga semakin memperuncing perpecahan.

Pemerintahan Yoon mengambil sikap tegas terhadap Pyongyang, yang menyebabkan hubungan kedua negara memburuk dan terhentinya dialog. Namun, pemerintahan yang condong ke kiri kemungkinan akan kembali ke kebijakan yang lebih akomodatif dan berupaya membangun kembali hubungan dengan Korea Utara.

Jurang Pemisah Antargenerasi dan Pengaruh Media Sosial

Profesor Lim juga menyoroti adanya jurang pemisah antargenerasi dalam masyarakat Korea Selatan. Generasi tua dengan pendapatan yang stabil cenderung mendukung kebijakan konservatif, sementara generasi muda bersikap skeptis terhadap masa depan dan mencari dukungan yang lebih besar. Konsumsi media juga berperan dalam memperdalam perpecahan ini. Generasi tua masih mengandalkan koran dan program berita televisi, sementara generasi muda lebih banyak menggunakan media sosial sebagai sumber informasi.

Media sosial telah menjadi kekuatan yang ampuh dalam mengintensifkan perpecahan politik di Korea Selatan. Platform seperti YouTube, KakaoTalk, dan Facebook menyajikan konten bermuatan politis yang sering kali disesuaikan secara algoritmik dengan bias yang ada pada pengguna. Komunitas daring sayap kanan di media sosial menciptakan ruang gema di mana teori konspirasi, meme ideologis, dan klip berita yang tidak berdasarkan konteks menjadi viral tanpa adanya pengecekan fakta. Anonimitas dan budaya mencari perhatian di media sosial semakin memperburuk situasi, memungkinkan ujaran ekstrem dan serangan pribadi yang meluap menjadi pertikaian di dunia nyata.

Prospek Masa Depan

Polarisasi politik yang mendalam di Korea Selatan menimbulkan tantangan serius bagi stabilitas dan kohesi sosial negara tersebut. Pemilihan umum mendatang akan menjadi ujian penting bagi kemampuan masyarakat Korea Selatan untuk mengatasi perpecahan dan membangun masa depan yang lebih inklusif dan harmonis.