Sengketa Pilkada Puncak Jaya: Status ASN Cawagub Mus Kogoya Diperdebatkan di MK
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi arena perdebatan sengit terkait hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Puncak Jaya. Pasangan calon (Paslon) nomor urut 2, Miren Kogoya dan Mendi Wonerengga, melayangkan gugatan yang menyoroti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh calon wakil bupati (Cawabup) nomor urut 1, Mus Kogoya.
Fokus utama gugatan ini adalah status Mus Kogoya yang diduga masih menerima gaji sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) pada saat yang bersamaan mengikuti kontestasi Pilkada. Kuasa hukum Paslon Miren-Mendi, Imam Nasef, dalam sidang yang digelar di MK, menegaskan bahwa hal ini merupakan pelanggaran mendasar terhadap syarat pencalonan kepala daerah. Menurutnya, seorang ASN yang hendak maju dalam Pilkada wajib mengundurkan diri dari status kepegawaiannya.
"Bahwa calon wakil bupati atas nama Mus Kogoya, calon wakil bupati Paslon satu, tidak memenuhi syarat sebagai calon wakil bupati karena masih berstatus aparatur sipil negara," tegas Imam di hadapan Majelis Hakim MK.
Pihaknya bahkan menunjukkan sejumlah bukti yang menguatkan dugaan tersebut. Bukti-bukti tersebut berupa dokumen dari Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah untuk Triwulan IV Tahun 2024 yang dikeluarkan pada November 2024, serta daftar pembayaran gaji PNS daerah pada Januari 2025 yang mencantumkan nama Mus Kogoya. Dalam daftar tersebut, tertera jelas identitas Mus Kogoya, termasuk tanggal lahir, jabatan Pembina-4A, dan Nomor Induk Pegawai (NIP).
"Ini kami masih menemukan bukti masih menerima gaji dan tunjangan pada bulan Januari 2025, yaitu sebesar Rp 7.169.171," ungkap Imam, seraya menunjukkan bukti transfer gaji ke rekening Mus Kogoya.
Selain mempersoalkan status ASN Mus Kogoya, tim hukum Miren-Mendi juga menyoroti proses rekapitulasi suara yang dinilai tidak sesuai dengan prosedur. Mereka mengklaim bahwa rekapitulasi ulang hanya dilakukan di tingkat kabupaten, tanpa melibatkan proses rekapitulasi di tingkat distrik. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa angka-angka perolehan suara hanya diubah tanpa melalui proses yang transparan dan akuntabel.
"Sehingga sebenarnya kalau kita kaji dengan tidak dilakukannya rekapitulasi di tingkat distrik, ini sebenarnya hanya mengganti baju saja dari obyek yang sebelumnya," imbuh Imam.
Menindaklanjuti gugatan tersebut, Paslon Miren-Mendi secara resmi meminta kepada MK untuk:
- Mendiskualifikasi Mus Kogoya sebagai calon wakil bupati nomor urut 1 Kabupaten Puncak Jaya.
- Membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Puncak Jaya.
- Memerintahkan KPUD Puncak Jaya untuk melakukan rekapitulasi ulang di tingkat distrik untuk seluruh 22 distrik yang ada di Kabupaten Puncak Jaya.
Dengan diajukannya gugatan ini, MK akan memiliki peran sentral dalam menentukan kelanjutan Pilkada Puncak Jaya. Putusan MK akan menjadi penentu apakah Pilkada akan dilanjutkan dengan calon yang ada, ataukah akan dilakukan perubahan berdasarkan temuan-temuan yang diajukan oleh penggugat. Proses persidangan di MK akan menjadi sorotan publik, mengingat implikasinya yang besar terhadap stabilitas politik dan kepastian hukum di Kabupaten Puncak Jaya.