Warga Wonogiri Bersatu Menolak Pembangunan Pabrik Semen Rp 6 Triliun: Pertanian Terancam, Sosialisasi Minim
Gelombang Penolakan Pabrik Semen di Wonogiri Menguat
Gelombang penolakan terhadap rencana pendirian pabrik semen oleh PT Anugerah Andalan Asia (AAA) di Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, semakin meluas. Masyarakat dari berbagai desa menyatakan keberatan mereka atas proyek yang dinilai berpotensi merusak lahan pertanian yang menjadi sumber kehidupan utama mereka.
Proyek ambisius senilai Rp 6 triliun ini mencakup pembangunan pabrik semen di lahan yang luasnya mencapai 123,315 hektare, serta area penambangan batu gamping yang dikelola oleh PT Sewu Surya Sejati (SSS) seluas 186,13 hektare. Penolakan ini didasari oleh kekecewaan warga terhadap harga tanah yang dianggap tidak pantas, yaitu hanya Rp 50 ribu per meter persegi, serta kurangnya sosialisasi yang memadai sejak awal perencanaan proyek.
Minimnya Keterlibatan Warga dalam Proses Perizinan
Masyarakat merasa tidak dilibatkan dalam proses penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), meskipun izin AMDAL telah diterbitkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Jawa Tengah. Warga mengklaim bahwa mereka tidak pernah diundang untuk berdiskusi atau memberikan masukan dalam konsultasi publik terkait proyek ini. Menurut mereka, sosialisasi yang dilakukan sangat minim, bahkan cenderung tidak ada.
"Peta AMDAL yang mereka susun secara detail sama sekali tidak melibatkan pemilik lahan. Ini bukan hanya tidak sah, tetapi juga merupakan bentuk perampasan. Mereka mengklaim tanah tanpa izin pemiliknya," tegas Suryanto, perwakilan warga Pracimantoro.
Setelah kabar mengenai AMDAL beredar, puluhan warga dipanggil oleh kepala desa dan diminta untuk menjual lahan mereka. Sebagai iming-iming, mereka dijanjikan pekerjaan di pabrik semen dengan gaji bulanan sebesar Rp 2,5 juta. Namun, tawaran tersebut ditolak mentah-mentah oleh warga yang lebih memilih mempertahankan lahan pertanian mereka.
Perlawanan Warga dan Konflik Kepentingan
Masyarakat membentuk Paguyuban Tali Jiwo (Tolak Ambisi Liar Industri Jagad Ijo Wasis Aji) sebagai wadah untuk menyuarakan penolakan mereka secara kolektif. Namun, ironisnya, kepala desa yang seharusnya membela kepentingan warganya justru mendirikan paguyuban tandingan, Paguyuban Cinta Pracimantoro (PCP), yang secara terang-terangan mendukung pembangunan pabrik semen.
Warga juga telah mengirimkan surat kepada Bupati dan DPRD Wonogiri untuk menyampaikan aspirasi mereka. Meskipun audiensi telah dilakukan, hingga saat ini belum ada keputusan yang berpihak kepada masyarakat.
Ancaman Terhadap Lingkungan dan Sumber Daya Alam
Keberadaan pabrik semen ini dianggap sebagai ancaman serius terhadap kawasan Karst Gunungsewu, yang telah diakui sebagai UNESCO Global Geopark sejak tahun 2015. Kawasan ini memiliki peran vital sebagai penampung air alami dan membentang di tiga provinsi.
Kepala DLHK Jateng, Widi Hartanto, berusaha meredakan kekhawatiran tersebut dengan menyatakan bahwa lokasi tambang berada di luar Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gunungsewu. Namun, warga tetap skeptis dan khawatir, mengingat bahwa wilayah Watangrejo sebelumnya merupakan bagian dari KBAK Gunungsewu sebelum dikeluarkan dari peta kawasan pada tahun 2014. Mereka menduga ada motif politis di balik penghapusan status kawasan karst tersebut.
Dampak Negatif Bagi Kehidupan Warga
Warga juga khawatir terhadap metode penambangan blasting atau peledakan yang akan digunakan dalam proyek ini, karena dapat mengganggu sumber air bawah tanah dan menghasilkan debu berbahaya. Selain itu, mereka juga menolak pembangunan pabrik semen karena lahan tersebut merupakan warisan keluarga yang memiliki nilai historis dan emosional yang tak ternilai harganya.
Juru Kampanye JATAM, Alfarhat Kasman, menegaskan bahwa industri tambang dan pabrik semen tidak pernah membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Sebaliknya, yang terjadi adalah perampasan ruang hidup, pengrusakan sumber air, dan pencemaran lingkungan yang berdampak negatif bagi kesehatan dan kehidupan warga.