MAKI Tegaskan Penangguhan Penahanan Kades Kohod Bukan Akhir dari Kasus Pemalsuan Dokumen Tanah
Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) melalui Koordinatornya, Boyamin Saiman, memberikan klarifikasi terkait penangguhan penahanan Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip, beserta tiga tersangka lainnya dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen surat tanah di kawasan Pagar Laut, Tangerang.
Boyamin menegaskan bahwa penangguhan ini bukan berarti kasus tersebut dihentikan. Menurutnya, penangguhan dilakukan karena masa penahanan para tersangka telah habis sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Ia menekankan bahwa meskipun penahanan ditangguhkan, proses hukum terhadap Arsin dan kawan-kawan harus tetap berlanjut.
"Penangguhan penahanan itu karena memang masa tahanan sudah habis. Jadi memang harus dikeluarkan dari tahanan," ujar Boyamin, menjelaskan alasan penangguhan tersebut. Ia menambahkan bahwa kelanjutan perkara, termasuk penerimaan atau penolakan berkas oleh jaksa, adalah tahapan proses hukum yang berbeda.
Boyamin menjelaskan bahwa dalam sistem hukum Indonesia, penahanan memiliki batasan waktu yang jelas. Jika masa penahanan telah berakhir dan tidak diperpanjang melalui mekanisme hukum yang sah, maka penahanan harus dihentikan untuk menghormati hak asasi para tersangka.
"Hak tersangka harus ditangguhkan bila masa penahanan sudah habis, kalau tidak, itu namanya pelanggaran hak asasi manusia," tegasnya. Penjelasan ini disampaikan untuk meluruskan persepsi yang mungkin timbul di masyarakat bahwa penangguhan penahanan sama dengan penghentian kasus.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri telah menangguhkan penahanan Arsin dan tiga tersangka lainnya sebelum tanggal 24 April 2025. Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, menjelaskan bahwa penangguhan dilakukan karena masa penahanan telah mencapai batas maksimal 60 hari sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Kasus ini bermula ketika Bareskrim melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan Agung. Namun, berkas tersebut dikembalikan oleh jaksa dengan permintaan agar penyidik juga menyelidiki potensi unsur korupsi dalam kasus tersebut. Hingga saat ini, kasus tersebut masih dalam penanganan Bareskrim.
Keempat tersangka, termasuk Kepala Desa Kohod, sebelumnya telah ditahan sejak 24 Februari 2025. Mereka diduga terlibat dalam pemalsuan berbagai dokumen tanah, termasuk:
- Girik
- Surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (sporadik)
- Surat pernyataan tidak sengketa
- Surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat
Pemalsuan dokumen ini diduga dilakukan sejak Desember 2023 hingga November 2024. Selain itu, Arsin dan kelompoknya juga dituding mencatut nama warga Desa Kohod untuk membuat 263 surat palsu atas lahan di kawasan Pagar Laut, Tangerang.
Dengan adanya klarifikasi dari MAKI, diharapkan masyarakat dapat memahami bahwa penangguhan penahanan bukanlah akhir dari proses hukum. Kasus ini masih terus berjalan dan Bareskrim Polri masih terus melakukan pendalaman untuk mengungkap semua fakta dan potensi pelanggaran hukum yang terjadi.