UU MD3 Digugat ke MK: Polemik Rapat DPR di Hotel Mewah Mencuat
Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menguji Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) terkait dengan praktik rapat yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di luar gedung parlemen. Gugatan ini diajukan oleh seorang advokat yang menyoroti Pasal 229 UU MD3 dan meminta MK untuk memberikan interpretasi terhadap frasa "semua rapat di DPR". Pemohon berpendapat bahwa rapat seharusnya diadakan di Gedung DPR, kecuali dalam kondisi luar biasa di mana fasilitas di gedung tersebut tidak memadai.
Alasan utama di balik gugatan ini adalah kekhawatiran akan pemborosan anggaran dan gaya hidup mewah yang dipertontonkan oleh anggota DPR. Pemohon menyoroti fakta bahwa kompleks DPR telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas rapat yang memadai, termasuk 13 ruang rapat dan ruang fraksi yang disesuaikan dengan jumlah fraksi. Meskipun demikian, DPR dinilai lebih memilih untuk mengadakan rapat di hotel-hotel mewah, yang memicu kontroversi dan kritik dari masyarakat.
Menanggapi gugatan ini, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, memberikan pembelaan. Ia menyatakan bahwa DPR tidak pernah sembarangan dalam melaksanakan kegiatan di luar gedung parlemen. Menurutnya, kegiatan di luar gedung dilakukan karena adanya kebutuhan dalam rangka menjalankan tugas-tugas kedewanan. Ia juga mempertanyakan implikasi dari usulan pelarangan rapat di luar gedung parlemen terhadap kegiatan DPR lainnya, seperti kunjungan kerja ke daerah.
Dave Laksono menekankan bahwa DPR akan menghormati proses hukum yang berlaku di MK dan menyerahkan sepenuhnya keputusan akhir kepada lembaga tersebut. Ia juga meminta semua pihak untuk menghormati independensi MK dalam menangani perkara ini.
Gugatan terhadap UU MD3 ini tidak hanya menyoroti isu lokasi rapat, tetapi juga mencakup usulan perubahan terhadap pasal-pasal lain dalam undang-undang tersebut. Pemohon meminta MK untuk menambahkan klausul yang memungkinkan anggota DPR untuk menyampaikan pendapat secara perorangan, bukan hanya atas nama fraksi. Selain itu, pemohon juga mengusulkan perubahan makna dalam frasa "Hak dan Kewajiban Anggota DPR" agar mencerminkan hak dan kewajiban perseorangan anggota DPR untuk menyatakan pendapat tanpa pengaruh dari pimpinan fraksi partai politik.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut isu transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pengelolaan anggaran negara. Keputusan MK atas gugatan ini akan memiliki dampak signifikan terhadap praktik kerja DPR dan citra lembaga tersebut di mata masyarakat.