KPK Ungkap Potensi Pungutan Liar dalam Penerimaan Siswa Baru Berdasarkan Survei Integritas Pendidikan

markdown Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini memaparkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2024, yang menyoroti sejumlah persoalan krusial dalam dunia pendidikan di Indonesia. Temuan yang paling mencolok adalah adanya indikasi praktik pungutan liar (pungli) yang masih marak terjadi di berbagai sekolah, terutama saat proses penerimaan siswa baru.

Berdasarkan data SPI Pendidikan 2024, sekitar 28% sekolah di Indonesia terindikasi melakukan pungutan di luar biaya resmi yang telah ditetapkan dalam proses penerimaan siswa baru. Praktik ini tentu saja sangat merugikan masyarakat, khususnya bagi keluarga yang kurang mampu dan ingin memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak mereka. Selain itu, praktik pungli juga dapat merusak citra dunia pendidikan dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan.

Temuan lain dari survei ini juga menunjukkan adanya indikasi praktik pungutan liar dalam proses sertifikasi atau pengajuan lain di sekolah dan perguruan tinggi. Data menunjukkan bahwa 23% sekolah dan 60% perguruan tinggi terindikasi melakukan pungutan liar dalam proses tersebut. Hal ini tentu sangat memprihatinkan, karena dapat menghambat pengembangan kualitas pendidikan di Indonesia.

Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menjelaskan bahwa SPI Pendidikan dilakukan untuk memetakan kondisi integritas pada tiga aspek utama, yaitu karakter integritas peserta didik, ekosistem pendidikan terkait pendidikan antikorupsi, dan risiko korupsi pada tata kelola pendidikan. Survei ini melibatkan 36.888 satuan pendidikan dan 449.865 responden yang berasal dari 38 provinsi dan 507 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Responden terdiri dari peserta didik, tenaga pendidik, orang tua/wali, dan pimpinan satuan pendidikan, dari tingkat pendidikan dasar dan menengah hingga pendidikan tinggi, serta sekolah Indonesia di luar negeri.

Survei SPI Pendidikan 2024 menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu secara online melalui WhatsApp dan e-mail blast, serta computer assisted web interviewing (CAWI), dan secara hybrid menggunakan computer assisted personal interviewing (CAPI). Metode ini dipilih untuk memastikan data yang terkumpul akurat dan representatif.

Skor SPI nasional pada tahun 2024 adalah 69,50, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 73,7. Namun, Wawan Wardiana menjelaskan bahwa penurunan ini disebabkan oleh perbedaan cakupan survei. Pada tahun 2023, survei hanya dilakukan di tingkat provinsi, sedangkan pada tahun 2024 survei dilakukan hingga tingkat kabupaten/kota. Dengan demikian, jumlah responden pada tahun 2024 jauh lebih banyak dibandingkan tahun 2023, sehingga hasil survei lebih representatif.

KPK berharap hasil SPI Pendidikan 2024 ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah daerah dan lembaga pendidikan untuk memperbaiki tata kelola pendidikan dan mencegah praktik korupsi di lingkungan pendidikan. KPK juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di dunia pendidikan, demi menciptakan generasi muda yang berintegritas dan berkualitas.